Selasa, 16 Juni 2015

Proposal : Analisis Komparasi Persepektif Mahasiswa dan Masyarakat terhadap Lembaga Negara Ombudsman



A.    Judul
ANALISIS KOMPARASI PERSPEKTIF MAHASISWA DAN MASYARAKAT TERHADAP LEMBAGA NEGARA OMBUDSMAN
(Studi Kasus Mahasiswa PPKn FKIP Universitas Riau dan Masyarakat Kelurahan Simpang Baru Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru)

B.     Latar Belakang
Negara hukum ialah negara yang menggunakan instrumen hukum sebagai landasan tindakan dan perbuatan penguasa maupun warga negaranya sehingga dasar legalitasnya menggunakan hukum tertulis maupun tidak tertulis. Sesuai dengan pasal 1 ayat 3 UUD 1945 yang berbunyi  Negara Indonesia adalah negara Hukum”.  Maka dengan demikian Indonesia menempatkan  hukum sebagai dasar kekuasaan negara dan penyelengaraan kekuasaan tersebut serta untuk menjamin keadilan bagi seluruh warga negaranya.
Namun dalam pelaksanaan pemerintahan yang sesuai dengan tujuan sebagai negara hukum tersebut masih jauh dari harapan yang diinginkan. Pemerintah dalam hal ini lebih mementingkan kepentingannya sendiri ketimbang masyarakat yang kelaparan di tepi-tepi jalan. Hukum yang dikatakan sebagai aspek dan yang menjadi landasan dalam menjalankan fungsi pemerintahnya pun tidak sesuai dengan realita yang tejadi di dalam kehidupan masyarakat.  Jangan jauh-jauh kita membahas, pelayanan  publik saja yang ditujukan untuk kepentingan umum, pembangunannya saja asal jadi. Seperti pembangunan halte bus yang saat ini menjadi tempat pembuangan sampah, sehingga masyarakat yang menunggu bus di tempat tersebut harus menutup hidung karena bau yang tidak sedap. Inilah yang menjadi salah satu keluhan masyarakat tentang pelayanan publik.
Wahyudi Komorotomo. 2005:100  menyatakan mengenai pelayanan publik ini ialah Bahwa dari banyak contoh di lapagan seringkali terlihat aparatur pemerintah yang melayani kepentingan publik masih belum menyadari fungsinya sebagai pelayanan masyarakat. Ketentuan bahwa pemerintah (daerah) mempunyai kewajiban melayani masyarakat menjadi terbalik sehingga bukan lagi pemerintah yang melayani masyarakat, tetapi justru masyarakat yang melayani pemerintah.
Secara konsep pelayanan kepada masyarakat dan penegakan hukum yang dilakukan dalam rangka penyelenggaraan negara dan pemerintah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya untuk menciptakan pemerintahan yang baik, bersih, dan efisien guna meningkatkan kesejahteraan serta menciptakan keadilan dan kepastian hukum bagi seluruh warga negara. Oleh karena itu dalam melakukan pengawasan pelayanan oleh penyelenggara negara dan pemerintah ini merupakan salah satu unsur penting dalam upaya menciptakan pemerintahan yang baik  (Good Government) dan bersih serta bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Clean Goverment). Namun sangat disayangkan, dalam pengaplikasianya jauh dari yang diharapkan.
Ombudsman Republik Indonesia yang semula bernama Komisi Ombudsman Nasional. Pembentukannya dilatar belakangi oleh adanya tuntutan dari masyarakat agar terwujutnya pemerintahan yang bersih dan penyelenggaraan negara yang baik serta untuk meningkatkan pemberian perlindungan terhadap hak-hak anggota masyarakat dari pelaku penyelenggara negara yang tidak sesuai dengan kewajiban hukumnya, dengan memberikan kepada anggota masyarakat yang dirugikan untuk mengadu kepada lembaga yang independen yaitu Ombudsman.
Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia maka berganti nama lah menjadi Ombudsman Republik Indonesia yang semula bernama Komisi Ombudsman Nasional yang telah berdiri sejak 10 Maret 2000 dengan Keputusan Presiden nomor 44 tahun 2000. Komisi ini bertujuan untuk menciptakan pemerintahan yang baik dan bersih serta berwenang mengawasi pelayanan publik yang dilakukan oleh penyelenggara negara dan pemerintah termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah dan Badan Hukum serta Badan Swasta atau Perseorangan yang bertugas menyelenggarakan pelayanan publik yang semua anggaran dananya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Daerah (Pasal 1 UU no. 37 tahun 2009).  Sejauh ini banyak hal yang seharusnya dapat dilaporkan terkait pelayanan publik. Seperti halte bus yang beralih fungsi, pengurusan KTP (Kartu Tanda Penduduk), KK (Kartu Keluarga) serta permohonan sertifikat tanah yang berlarut-larut dan masih banyak permasalahan yang meliputi pelayanan publik dan maladministrasi lainnya.
Dengan adanya Ombudsman Republik Indonesia ini, maka semua permasalahan yang ada di lingkungan masyarakat terkait dengan permasalahan pelayanan publik diharapkan dapat dilaporkan oleh para penikmat layanan publik. Sehingga terjadilah pengawasan  pemerintah dalam melakukan hal pemberlakuan pelayanan publik.
Masyarakat dengan segudang aktifitas yang berbeda-beda, tingkat sosial-ekonomi serta pendidikan yang berbeda pula pasti menginginkan layanan oleh aparatur pemerintah yang dapat memuaskan. Baik itu pelayanan administrasi pengurusan KTP, KK, sertifikat tanah, dan pelayanan umum seperti telepon umum, toilet umum, halte yang baik dan lain sebagainya. Kebanyakan dari para pelayan rakyat ini seharusnya melayani masyarakat namun kenyataan sebaliknya menjadi tuan yang tidak menyadari yang seharusnya diperbuat. Sehingga kebanyakan masyarakat mengeluh dengan pelayanan yang diberikan tidak jarang amarah dan emosi selalu keluar dengan hal permasalahan yang sebenarnya kecil. Dengan kompleksnya permasalahan tersebut membuat masyarakat binggung harus kemana mengadu.
Dari kunjungan ke Lembaga Negara Ombudsman Republik Indonesia perwakilan Provinsi Riau mengatakan pada tahun 2013 sebanyak 180 laporan yang diterima lembaga tersebut. Pada tahun 2014 catur wulan I  sebanyak 87 laporan yang diterima (Bambang.Anggota Ombudsman Perwakilan Riau, Juni 2014).  Sehingga masyarakat mengetahui kemana sebenarnya mereka harus mengadu mengenai Pelayanan Publik dan maladministrasi.
 Sementara itu Mahasiswa sebagai kaum intelektual yang dianggap oleh masyarakat sebagai suatu level yang tinggi serta mengetahui segala sesuatu permasalahan negara sehingga dikenal dengan Agent Of Change. Kaum intelektual yang dikenal dengan kaum independen, berusaha mengawasi kebijakan dan keputusan pemerintah. Sehingga tujuan awal dari kuliahnya pun tersudutkan dan hal ini tidak membuat segalanya tersendat baik itu dalam pengawasan maupun menuntut ilmu. Akan tetapi kebodohan terbesar mahasiswa ialah ketika uang yang setiap semester selalu kita bayarkan ke Universitas itu kemana muaranya, kemana digunakan sementara ruang kuliah dan kursi yang digunakan sudah tidak layak digunakan serta tidak dilengkapi dengan fasilitas yang memadai. Untuk itu, tuntutan transparansi dana harus dibuka secara jelas, baik dana semester maupun dana potongan beasiswa yang entah kemana larinya. Seharusnya hal seperti ini dapat diadukan ke Ombudsman Republik Indonesia.
Berdasarkan pra penelitian yang dilakukan dengan menanyakan secara langsung kepada mahasiswa PPKn FKIP Universitas Riau. Kebanyakan dari mahasiswa tidak mengetahui adanya lembaga negara Ombudsman. Sementara mereka seharusnya mengetahui lembaga-lembaga negara beserta tugas, fungsi, kedudukan dan wewenangnya termasuk Ombudsman Republik Indonesia.
Berangkat dari fakta ini penulis sebagai mahasiswa PPKn FKIP Universitas Riau ingin mengetahui sejauh mana pengetahuan dan pandangan Mahasiswa PPKn FKIP Universitas Riau dan masyarakat Kelurahan Simpang Baru Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru mengenai tugas, fungsi, kedudukan dan wewenang lembaga negara Ombudsman Republik Indonesia serta membandingkan golongan mana yang lebih mengetahui mengenai lembaga negara tersebut.

C.    Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahannya ialah bagaimana perbandingan pandangan atau perspektif mahasiswa dan masyarakat terhadap lembaga negara Ombudsman?

D.    Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui sejauh mana persepektif mahasiswa dan masyarakat terhadap lembaga negara Ombudsman.

E.     Manfaat Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas hasil penelitian ini diharapkan berguna baik secara teoritis maupun secara praktis. Dengan kata lain kegunaan teoritis berarti hasil penelitian memberikan konstribusi secara teori bagi pengembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan penelitian dan secara praktis mengetahui perbandingan tingkat pengetahuan mahasiswa dan masyarakat terkait lembaga negara Ombudsman Republik Indonesia ini. Adapun rinciannya sebagai berikut ;
1.      Dapat menjadi sumber informasi yang ilmiah dalam perspektif mahasiswa dan masyarakat mengenai lembaga negara Ombudsman Republik Indonesia.
2.      Memberikan informasi kepada para pembaca mengenai lembaga negara Ombusdman Republik Indonesia sebagai lembaga yang menerima, melayani dan menindak lanjuti laporan dari masyarakat terkait dengan keluhan pelayanan umum / publik oleh penyelenggara negara.
3.      Dapat menjadi bahan ajuan dalam melaksanakan penelitian selanjutnya yang relevan dengan penelitian ini.



F.     Definisi Operasional
Untuk menghindari salah penafsiran, maka penulis memberikan pengertian istilah sebagai berikut :
1.      Mahasiswa adalah Pelajar di perguruan tinggi. (Hartono)
2.      Masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. (Selo Soemardjan dalam Awan Mutakin 1998 : 8)
3.      Pelayanan Publik atau pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. (WikipediaIndonesia. diakses September 2014).
4.      Ombudsman Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Ombudsman adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta Badan Swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah. (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2009 Tentang Ombudsman Republik Indonesia)

G.    Kajian Teoritis
1.      Pelayanan Publik
a)      Pengertian Pelayanan Publik
Pelayanan publik atau pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. (WikipediaIndonesia. diakses September 2014).
Sementara pelayanan publik menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Bab I Pasal 1 Ayat (1)  mengatakan bahwa pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelanggara pelayanan publik.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pelayana publik itu adalah suatu pelayanan yang dilakukan oleh penyelenggara negara terhadap warganegara dengan aspek pengadaan barang, pelayanan jasa dan administrasi.
Pelayanan publik yang merupakan hak bagi masyarakat sesuai dengan ketentuan pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, merupakan salah satu tolok ukur bagi berhasil tidaknya penyelenggaraan otonomi daerah, sebab salah satu esensi otonomi daerah mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, dalam arti bahwa hendaknya pelayanan publik yang di berikan kepada masyarakat berada dalam ranah murah, cepat, tepat, dan memuaskan. Singkatnya pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah harus efisien dan efektif.
.
b)     Tujuan Pelayana Publik
Sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mengeluarkan regulasi yang berkaitan dengan pelayanan publik, misalnya telah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal, Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perbaikan dan Peningkatan Mutu Pelayanan Aparatur Pemerintah Kepada Masyarakat, dan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Pemerintah Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Bahkan saat ini sudah ada dan telah ditetapkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia. Oleh karena itu, keberadaan beberapa regulasi sebagaimana disebutkan diatas merupakan rambu-rambu atau instrumen yang bersifat teknis yuridis, dalam hal ini dapat dijadikan suatu dasar untuk menjadi pedoman penyelenggaraan pelayanan publik yang lebih bersifat operasional. Sebab pelayanan publik sebagai salah satu wujud Good Government dan Clean Goverment, Pemerintah yang baik dan bersih.
            Tujuan dari Pelayanan Publik ini adalah pengadaan barang, jasa dan administrasi. Penyedian barang dan jasa yang dilakukan untuk mencapai tujuan dan visi negara, walaupun barang dan jasa itu bersifat privat, dapat dikatakan sebagai pelayanan publik. Tujuan dan misi negara biasanya diatur dalam konstitusi atau peraturan perundangan lainnya. Contoh pelayanan untuk memenuhi tujuan dan misi negara adalah pelayanan pendidikan, kesehatan dan jaminan sosial. Setiap warga negara memiliki hak dan kebutuhan dasar yang harus dijamin pemenuhannya oleh negara. Biasanya hak-hak dasar warga negara diatur dalam konstitusi atau setidaknya dalam peraturan perundangan. Konstitusi dan Undang-Undang yang berlaku sering mengatur mengenai kewajiban negara dalam memenuhi kebutuhan dasar warga negaranya untuk hidup secara layak dan bermartabat. Pelayanan untuk memenuhi hak dan kewajiban dasar warga negaranya merupakan pelayanan publik, karena itu negara harus menjamin akses warganya terhadap pelayanan tersebut. Pelayanan pendidikan dan kesehatan umumnya menjadi pelayanan dasar yang dijamin oleh negara. Negara berkewajiban untuk menjaga akses warganya terhadap berbagai pelayanan dasar yang menjadi kebutuhan  minimal bagi warga untuk hidup secara layak dan bermartabat. Pelayanan seperti ini harus dapat diakses oleh warga negara tanpa kecuali, tanpa melihat status sosial-ekonomi, ras, etnisitas, agama dan ciri-ciri subjektif lainnya.
            Berbagai pelayanan administrasi, seperti pelayanan KTP (Kartu Tanda Penduduk), akte kelahiran, sertifikat tanah, dan perizinan, merupakan pelayanan yang diselenggarakan untuk menjamin hak dan kebutuhan dasar warganegara. Pelayanan KTP dan akte kelahiran sangat vital dalam kehidupan warganegara karena keduanya menjamin keberadaan, identitas warga, dan hak-hak sipil lainnya.
            Oleh karenanya, dengan berbagai permasalahan pelayanan yang tidak sesuai dengan standarnya, maka kegaduhan masyarakat dan ketidak percayaan masyarakat terhadap penyelenggara negara mulai memudar. Maka dari itu dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman republik Indonesia. Dengan maksud sebagai tempat pengaduan maladministrasi, penyalahgunakan pengadaan barang dan jasa.

2.      Ombudsman
a)      Sejarah Ombudsman Indonesia
Belum banyak buku yang menuliskan mengenai lembaga negara yang satu ini. Diantaranya ialah buku Antonius Sujata tahun 2002 yang berjudul Ombudsman Indonesia, masa lalu, sekarang dan masa mendatang (dalam Obdos Marlinto. 2010). Diceritakan bahwa upaya membentuk lembaga negara Ombudsman di Indonesia dimulai ketika Presiden B.J Habibie berkuasa, kemudian dilanjutkan oleh K.H Abdurahman Wahid. Pada masa pemerintahan Gusdur, Presiden ke 4 ini sering disapa ini lah sebagai tonggak sejarah pembentukan lembaga Ombudsman di Indonesia. Pemerintah pada saat itu tampak sadar akan perlunya lembaga Ombudsman di Indonesia menyusul adanya tuntutan masyarakat yang amat kuat untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan penyelenggaraan negara yang baik.
Presiden K.H Abdurahman Wahid kemudian mengeluarkan Keputusan Presiden nomor 55 tahun 1999 tentang Tim Pengkajian Pembentukan Lembaga Ombudsman. Menurut konsideran keputusan tersebut, latar belakang pemikiran perlunya dibentuk lembaga Ombudsman Indonesia adalah untuk lebih meningkatkan pemberian perlindungan terhadap hak-hak anggota masyarakat dari pelaku penyelenggara negara yang tidak sesuai dengan kewajiban hukumnya, dengan memberikan kesempatan kepada anggota masyarakat yang dirugikan untuk mengadu kepada suatu lembaga yang independen yang dikenal dengan nama Ombudsman.
Pada tahun 2000, Presiden Republik Indonesia K.H Abdurahman Wahid mengeluarkan Keputusan Presiden nomor 44 tahun 2000 tentang Komisi Ombudsman Nasional, sehingga mulai saat ini Indonesia mengalami babak baru dalam sistem pengawasan. Dengan ditetapkannya Keputusan Presiden tersebut pada tanggal 10 Maret 2000 berdirilah lembaga Ombudsman Indonesia dengan nama Komisi Ombudsman Nasional. Kemudian sejak tanggal 7 Oktober 2008 berubah nama menjadi Ombudsman Republik Indonesia seiring dengan diundangkannya Undang-Undang nomor 37 tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Menurut Pasal 2 Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 44 tahun 2000 tentang Komisi Ombudsman Nasional yang dimaksud dengan Komisi Ombudsman adalah lembaga pengawas masyarakat berasaskan Pancasila dan bersifat mandiri dan berwenang melakukan klarifikasi, monitoring  atau pemeriksaan asal laporan masyarakat mengenai penyelenggaraan negara khususnya pelaksanaan oleh aparatur pemerintah terrmasuk lembaga peradilan terutama dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Alasan beberapa negara mendirikan lembaga Ombudsman menurut Antonius dalam Sudi Obdos Marlinto adalah:
1)      Ombudsman merupakan lembaga yang independen, baik struktural, fungsional maupun personal. Dengan indepedensi yang dimilikinya, Ombudsman akan bertindak secara objektif, adil, dan imparsial.
2)      Sasaran pengawasan Ombudsman adalah pelayanan publik yang merupakan inti dari seluruh proses berpemerintahan, sementara selama ini belum atau tidak ada lembaga yang secara khusus mengawasi pelayanan publik.
3)      Ombudsman menerapkan prosedur penyelesaian yang singkat dan sederhana termasuk dengan cara mediasi yang mempertemukan para pihak untuk membahas permasalahan dan mencari solusi dengan prinsip take and give dan win-win solution. Dengan mekanisme demikian, besar kemungkinan Ombudsman akan mencapai keberhasilan dalam melakukan pengawasan.
4)      Masalah pelayanan yang merupakan objek pengawasan Ombudsman lebih banyak bersifat individu, meskipun juga tidak jarang yang berkaitan dengan sistem dan kebijakan yang demikian akan bermanfaat bagi masyarakat secara luas yang menjadi korban dari sistem dan kebijakan yang berlaku secara umum tersebut.
5)      Pengawasan Ombudsman berdampak pada peningkatan kualitas pelayanan publik, dengan demikian berpengaruh terhadap terselenggaranya Good Governance.
6)      Ombudsman memberikan pelayanan secara gratis, dengan demikian akan sangat membantu masyarakat kecil yang dirugikan akibat pelayanan publik yang menyimpang untuk memperoleh haknya.
Adapun tujuan terbentuknya Ombudsman di Indonesia menurut CFG. Sunaryadi Hartono dalam Obdos Marlinto, ialah untuk :
1)      Mendorong penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, baik di pusat maupun di daerah sesuai dengan asas-asas pemerintahan yang baik dalam kerangka negara hukum yang demokratis, transparan dan bertanggungjawab;
2)      Meningkatkan mutu pelayanan negara di segala bidang sehingga setiap warga negara dan penduduk Indonesia memperoleh keadilan, rasa aman serta peningkatan kesejahteraan;
3)      Membantu menciptakan dan meningkatkan upaya pemberantasan praktek-praktek maladministrasi, diskriminasi, kolusi, korupsi, dan nepotisme;
4)      Meningkatkan budaya hukum nasional dan membangun kesadaran hukum masyarakat, sehingga supremasi hukum dapat ditegakkan untuk mencapai kebenaran dan keadilan.

b)     Kedudukan Ombudsman Republik Indonesia di Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia
Ombudsman dikenal sebagai lembaga negara yang independen yang menerima keluhan-keluhan masyarakat yang menjadi korban kesalahan administrasi publik yang ganjil, menyimpang, sewenang-wenang, melanggar ketentuan, penyalahgunaan kekuasaan atau keterlambatan yang tidak perlu atau adanya pelanggaran kepatuhan.
Dalam hal pemberantasan korupsi, Ombudsman Republik Indonesia berbeda dengan fungsi lembaga represif anti korupsi seperti kepolisian dan kejaksaan. Ombudsman lahir sebagai kebutuhan sehingga kehadiran Ombudsman bukan alternative kelembagaan atau sebagai pengganti lembaga yang telah ada sebelumnya melainkan untuk memperluas pilihan bagi masyarakat untuk melindungi hak atau kepentingan masyarakat dari tindak pemerintah yang merugikan. Meskipun demikian, tugas, fungsi dan wewenang Ombudsman tidak boleh tumpang tindih dengan lembaga-lembaga lain yang melakukan pengaduan.
Ombudsman Republik Indonesia berbeda dengan lembaga peradilan, karena Ombudsman tidak bersifat mengadili atau melakukan “rechtmatigheidstoetsing”, sehingga keputusannya tidak mempunyai sifat mengikat sacara hukum atau “non legal binding” (Philipus M. Hadjon, 1999). Ombudsman Republik Indonesia juga tidak sama dengan Pers, karena Pers hanya mengungkapkan adanya pelanggaran oleh aparatur negara namun tidak memberikan saran (rekomendasi). Sifat dari Ombudsman Republik Indonesia adalah independen atau mandiri serta impartial (tidak memihak) sehingga Ombudsman Republik Indonesia bukan lembaga politik ataupun lembaga peradilan melainkan  lembaga pengawasan terhadap penggunaan kekuasaan.
Dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan UUD 1945 tidak mengenal Ombudsman didalamnya. Lalu kemana sebenarnya Lembaga Negara Ombudsman Republik Indonesia ini dalam ketatanegaraan Indonesia? Untuk menjawabnya, dapat dilihat dari dua pendekatan yaitu :
1)      Dari sudut pandang teori hukum ketatanegaraan Republik Indonesia, lembaga kenegaraan yang berada diluar lembaga yang ditetapkan oleh UUD 1945 harus dipandang sebagai “Bestuur Organen” atau lembaga pemerintah (Kusnardi dalam Sudi Obdos, 2010). Berdasarkan teori ini maka lembaga ombudsman RI tidak lain merupakan lembaga pemerintah karena tidak disebut dalam UUD 1945 salah satu organ pemegang kekuasaan negara. Ini berarti bahwa Ombudsman Republik Indonesia adalah institusi yang berada dibawah Presiden. Dalam teori Hukum Tata Negara pada umumnya, juga diketahui bahwa yang berwenang membentuk suatu State Organ atau lembaga-lembaga negara adalah lembaga pemegang kedaulatan dan biasanya ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar.
2)      Dari sudut pandang pembentukan lembaga Ombudsman dan sistem pertanggungjawabanya, maka Ombudsman Republik Indonesia merupakan lembaga yang berada dibawah lingkungan kekuasaan Eksekutif. Keberadaan Ombudsman di bentuk dengan Undang-Undang nomor 37 tentang Ombudsman Republik Indonesia oleh Presiden berdasarkan kewenangannya sebagai Kepala Pemerintah berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Dasar  Tahun 1945. Melihat dari sistem pertanggungjawabannya, maka Ombudsman Republik Indonesia jelas juga merupakan institusi yang berada dibawah Presiden karena dalam prakteknya Ombudsman memberikan laporan kepada Presiden. Terkait dengan sistem dari sistem pertanggung jawabannya, maka Ombudsman Republik Indonesia jelas juga merupakan institusi yang berada dibawah Presiden karena dalam prakteknya Ombudsman memberikan laporan kepada Presiden lembaga yang mandiri dan non parsial, serta ada kewenangan mengawasi lembaga-lembaga negara yang lain seperti badan peradilan tinggi. Hal ini sesuai dengan pasal 2 Undang-Undang nomor 37 tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia yang menyatakan bahwa Ombudsman merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dan tidak memiliki hubungan organik dengan lembaga negara dan instansi pemerintahan lainnya, serta dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bebas dari campur tangan kekuasaan lainnya (Denny Indrayana. 2005).
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat diketahui bahwa pada saat ini kedudukan lembaga Ombudsman Republik Indonesia dalam struktur ketatanegaran Republik Indonesia adalah sebagai organ pemerintah. Meskipun Ombudsman Republik Indonesia merupakan lembaga yang independent dan imparsial, fungsi pengawasan yang dilakukan oleh Ombudsman Republik Indonesia tidak identik dengan fungsi pengawasan yang dilakukan oleh lembaga–lembaga negara lainnya. Ombudsman lebih bersifat proporsional bukan politis, tidak bersifat mengadili, ruang lingkupnya lebih luas. Kehadiran Ombudsman merupakan wujud pelaksanan asas pemerintahan yang demokratis, dimana rakyat ikut serta secara aktif dalam melakukan kontrol terhadap penguasa, yang pastinya adalah bahwa Ombudsman Republik Indonesia  merupakan lembaga negara pembantu lembaga negara utama dalam pencapaian tujuan Negara.

c)      Fungsi, Tugas dan Wewenang Ombudsman Republik Indonesia
Didalam pasal 6 Undang-Undang nomor 37 tahun 2008 dijelaskan bahwa Ombudsman berfungsi mengawasi pelayanan publik yang diselenggarakan oleh penyelenggaraan negara dan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara dan/atau Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta Badan Swasta atau Perseoragan yang diberikan tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu.
Fungsi Ombudsman lebih tertuju pada perbaikan administrasi guna memastikan bahwa sistem-sistem tersebut membatasi korupsi sampai ketingkat minimum, yakni penyelenggaraan administrasi yang transparan, efisien dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.
Ombudsman Republik Indonesia menerima pengaduan masyarakat, melakukan klarifikasi atau monitoring dan melakukan investigasi lalu memberikan saran kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Memang ada persamaan dengan lembaga negara lain namun tidak identik. Ombudsman Republik Indonesia menilai kinerja pemerintahan atas dasar hukum yang berlaku seperti pengadilan, akan tetapi Ombudsman tidak mengadili dan keputusannya tidak mengikat secara hukum. Ombudsman Republik Indonesia menerima dan menampung pengaduan masyarakat seperti DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) akan tetapi Ombudsman memiliki wewenang yang lebih luas, yakni memberikan saran tindak kepada pemerintah dan jajaran pemerintah, sedangkan DPR lebih bersifat politis dan tidak memberikan saran tindak.
Sedangkan tugas Lembaga Ombudsman tercantum dalam pasal 7 Undang-Undang nomor 37 tahun 2008 menjelaskan tugas Ombudsman adalah :
1)      Menerima laporan atas dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik;
2)      Melakukan pemeriksaan substansi atas laporan;
3)      Menindak lanjuti laporan yang tercakup dalam ruang lingkup kewenangan Ombudsman;
4)      Melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan maladministrasi dalam menyelenggarakan pelayanan publik;
5)      Melakukan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga negara atau lembaga pemerintah lainnya serta lembaga permasyarakatan dan perseorangan;
6)      Membangun jaringan kerja;
7)      Melakukan pencegahan maladministrasi dalam penyelengaraan pelayanan publik, dan
8)      Melakukan tugas lain yang diberikan oleh Undang-Undang.
Asas legalitas merupakan suatu prinsip pertama dalam negara hukum, merupakan dasar dalam setiap penyelengaraan kenegaraan dan pemerintahan. Dengan kata lain setiap penyelengaraan kenegaraan dan pemerintahan harus memiliki legitimasi yaitu kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang. Dengan demikian substansi asas legalitas adalah kewenangan yaitu kemampuan untuk melakukan tindakan-tindakan hukum tertentu.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kewenangan berasal dari kata wewenang yang berarti hak atau kekuasaan untuk bertindak. Kewenangan adalah kekuasaan membuat keputusan, memerintah dan melimpahkan tanggung jawab kepada orang lain.
Berdasarkan Undang-Undang nomor 37 tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia mempunyai wewenang yaitu :
1)      Meminta keterangan secara lisan dan/atau tertulis dari pelapor, terlapor atau pihak lain yang terkait mengenai laporan yang disampaikan kepada Ombudsman;
2)      Memeriksa keputusan, surat menyurat, atau dokumen lainnya yang ada pada pelapor ataupun terlapor untuk mendapatkan kebenaran suatu laporan;
3)      Meminta klarifikasi/salinan atau fotocopy dokumen yang diperlukan dari instansi mana pun untuk memeriksa laporan dari instansi terlapor;
4)      Melakukan pemanggilan terhadap pelapor, terlapor, dan pihak lain yang terkait dengan laporan;
5)      Menyelesaikan laporan melalui mediasi dan konsiliasi atas permintaan para pihak;
6)      Membuat rekomendasi mengenai penyelesaian laporan, termasuk rekomendasi untuk membayar ganti rugi dan/atau rehabilitasi kepada pihak yang dirugikan;
7)      Demi kepentingan umum mengumumkan hasil temuan, kesimpulan dan rekomendasi.
Selain wewenang yang disebutkan di atas pada Ombudsman juga berwenang menyampaikan saran kepada Presiden, Kepala Daerah, atau Pemimpin Penyelenggara Negara lainnya guna perbaikan dan penyempurnaan organisasi dan/atau prosedur pelayanan publik;, menyampaikan saran kepada Kepala DPR dan/atau Presiden. DPRD dan/atau Kepala Daerah agar terhadap Undang-Undang dan Peraturan Perundang-Undangan lainnya diadakan perubahan dalam rangka mencegah maladministrasi.  (UU no. 37 tahun 2008 pasal 8 ayat 2). Dalam melaksanakan kewenangannya Obudsman dilarang mencampuri kebebasan hakim dalam memeriksa putusan (UU no. 37 tahun 2008 pasal 9). Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya Ombudsman tidak dapat ditangkap, ditahan, di introgasi, di tuntut,  atau digugat dimuka pengadilan (UU no. 37 tahun 2008 pasal 10).
Ombudsman Republik Indonesia dalam menjalankan tugas dan wewenangnya berdasarkan UU no. 37 tahun 2008 pasal 3 yang berasaskan :
1)      Kepatutan;
2)      Keadilan;
3)      Non-diskriminasi;
4)      Tidak memihak;
5)      Akuntabilitas;
6)      Keseimbangan;
7)      Keterbukaan;
8)      Kerahasiaan.

d)     Susunan dan Keanggotaan Ombudsman Republik Indonesia
1)      Susunan Ombudsman Republik Indonesia
Sesuai dengan Pasal 11 ayat 1 Undang-Undang nomor 37 tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia, susunan Ombudsman Republik Indonesia terdiri atas :
a)      1 (satu) orang ketua merangkap anggota;
b)      1 (satu) orang wakil ketua merangkap anggota; dan
c)      7 (tujuh ) orang anggota.
Sementara di dalam Pasal 11 ayat 2 Undang-Undang ini, dalam hal Ketua Ombudsman berhalangan hadir, maka Wakil Ketua Ombudsman menjalakan tugas dan kewenangan Ketua Ombudsman.
      Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya Ombudsman dibantu oleh asisten Ombudsman yng diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Ombudsman berdasarkan persetujuan rapat anggota Ombudsman (Pasal 12 UU no 37 tahun 2008).

2)      Penyusunan keanggotaan Ombudsman Republik Indonesia
Sesuai dengan Pasal 14 undang-undang nomor 37 tahun 2008 dikatakan bahwa Ketua, Wakil Ketua, dan anggota Ombudsman dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan calon yang diusulkan oleh Presiden. Adapun ketentuan penyusunan diatur dalam pasal 15 dan pasal 16 Undang-Undang nomor 37 tahun 2008, yaitu:
a)       Sebelum mengajukan calon anggota Ombudsman kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden membentuk panitia seleksi calon anggota Ombudsman.
b)       Panitia seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur pemerintah, praktisi hukum, akademisi, dan anggota masyarakat.
c)      Panitia seleksi mempunyai tugas :
(1)    Mengumumkan pendaftaran penerimaan calon anggota Ombudsman;
(2)   Melakukan pendaftaran calon anggota Ombudsman dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari kerja;
(3)   Melakukan seleksi administrasi calon anggota Ombudsman dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal pengumuman pendaftaran berakhir;
(4)   Mengumumkan daftar nama calon untuk mendapatkan tanggapan masyarakat;
(5)   Melakukan seleksi kualitas dan integritas calon anggota Ombudsman dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal seleksi administrasi berakhir;
(6)   Menentukan dan menyampaikan nama calon anggota Ombudsman sebanyak 18 (delapan belas) orang kepada Presiden dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal seleksi kualitas dan integritas berakhir.
d)      Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada Pasal 15 ayat (3), panitia seleksi bekerja secara terbuka dengan memperhatikan partisipasi masyarakat.
Ketua, Wakil Ketua dan anggota Ombudsman memegang jabatan selama masa 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan (UU no 37 tahun 2008 Pasal 17). Ketua, Wakil Ketua dan anggota Ombudsman berhak atas penghasilan, uang kehormatan dan hak-hak lain yang diatur dengan Peraturan Pemerintah (UU no 37 tahun 2008 Pasal 18). Adapun syarat untuk dapat diangkat menjadi Ketua, Wakil Ketua dan anggota Ombudsman Republik Indonesia seseorang harus memenuhi syarat-syarat sesuai dengan UU no 37 tahun 2008 Pasal 19, yaitu :
a)      Warga negara Republik Indonesia;
b)      Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c)      Sehat jasmani dan rohani;
d)     Sarjana hukum atau sarjana bidang lain yang memiliki keahlian dan pengalaman sekurang-kurangnya 15 (lima belas) tahun dalam bidang hukum atau pemerintahan yang menyangkut penyelenggaraan pelayanan publik;
e)      Berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun dan paling tinggi 60 (enam puluh) tahun;
f)       Cakap, jujur, memiliki integritas moral yang tinggi, dan memiliki reputasi yang baik;
g)      memiliki pengetahuan tentang Ombudsman;
h)      Tidak pernah dijatuhi pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
i)        Tidak pernah melakukan perbuatan tercela; dan
j)        Tidak menjadi pengurus Partai Politik.

H.    Hipotesis
Bertitik tolak dari kerangka berpikir diatas, maka hipotesis yang ingin dibuktikan dalam penelitian ini adalah perspektif mahasiswa yag jauh tidak mengetahui daripada masyarakat umum tentang lembaga pengaduan pelayanan publik yaitu Ombudsman Republik Indonesia.

I.       Metode Penelitian
1.      Tempat dan Waktu
a)      Tempat
Penelitian ini dilakukan di kampus PPKn FKIP Universitas Riau dan Kelurahan Simpang Baru Kecamatan Tampan.
b)     Waktu
Penelitian ini dilakukan pada bulan September hingga November 2014.

2.      Populasi dan Sampel
a)      Populasi
Populasi dalam penelitian ini ada dua kelompok  yaitu kelompok pertama ialah kelompok masyarakat umum dan Kelompok kedua ialah mahasiswa. Untuk masyarakat diambil populasi Masyarakat Kelurahan Simpang Baru Kecamatan Tampan Kota Pekabaru sedangkan mahasiswanya ialah mahasiswa Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau.
Masyarakat Kelurahan Simpang Baru Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru berjumlah 43.246  jiwa (Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Pekanbaru 2010) dan mahasiswa PPKn FKIP Universitas Riau dari angkatan tahun 2012-2014 berjumlah 193 mahasiswa.
b)     Sampel
Berdasakan populasi di atas, dalam menentukan sampel peneliti mengacu pada pendapat Suharsimi Arikunto (2002:24) yang menyatakan apabila subjek kurang dari 100 orang, maka lebih baik diambil semua sehingga penelitian merupakan penelitian populasi. Apabila subjek lebih dari 100 orang, maka dapat diambil 10-15% atau 20-25%.Teknik pengambilan sampel ini menggunakan teknik sampling purposive.
Dengan demikian penulis menggunakan Sampling Purposive dengan persentasi 10 % dari seluruh jumlah yang ada. Untuk mahasiswa yang berjumlah 193 orang, maka 19 orang sebagai sampel yang terdiri dari angkatan 2012, 2013 dan 2014 diambil secara acak.  Sedangkan untuk masyarakat yang berjumlah 43.246 jiwa maka sampelnya ialah 432 orang. Yang terdiri dari unsur pemerintah kelurahan, RW, RT dan masyarakat umum yang diambil secara acak.

3.      Istrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat ukur, dimana dengan instrument penelitian dapat dikumpulkan data sebagai alat untuk menyatakan besaran atau persentase serta lebih kurangnya dalam bentuk kualitatif atau kuantitatif (Ahmad Eddison, 2007: 30). Adapun instrument dalam penelitian ini adalah sebagai tabel berikut:
No
Variabel
Indikator
Sub indicator
1.
Perspektif Mahasiswa dan Masyarakat mengenai Pelayanan  Publik
Pasal 1 Undang-undang nomor 25 tentang Pelayanan Publik
Pengertian Pelayanan Publik
Pasal 2 Undang-undang nomor 25 tentang Pelayanan Publik
Maksud dan Tujuan Pelayanan Publik
2.
Pengetahuan  mahasiswa dan masyarakat tentang Ombudsman Republik Indonesia
Pasal 1, 2, 3 dan 4 Undang-Undang nomor 37 tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia

Pengertian, sifat, asas dan tujuan lembaga Ombudsman
pasal 6, 7 dan 8 Undang-Undang nomor 37 tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia
Fungsi, tugas dan wewenang lembaga Ombudsman
Pasal 11 dan 17 Undang-Undang nomor 37 tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia
Susunan keanggotaan dan masa jabatan lembaga Ombudsman
Sumber : diolah dari  (Hendra Nurtjahjo dkk 2013 : 5, 7), (Pasal 1 dan 2 Undang-Undang nomor 25 tahun 2009), (Pasal 1, 2, 3, 4, 6, 7, 8, 11, 17, Undang-Undang Nomor 37 tahun 2008).

4.      Teknik Pengumpulan Data
Dalam melaksanakan penelitian ini agar data yang diperoleh benar-benar akurat maka peneliti mengumpulkan data melalui teknik sebagai berikut:
a)      Data Primer
Data yang diperoleh langsung dan sumber utama, dalam hal ini dilakukan dengan teknik sebagai berikut:
1)  Kuesioner (angket)
Kuesioner atau angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono 2009:199). Adapun yang menjadi responden adalah masyarakat Kelurahan Simpang Baru Kecamatan Tampan Kota pekanbaru dan Mahasiswa PPKn FKIP Universitas Riau sesuai dengan jumlah sampel yang telah ditentukan.
b)      Data Sekunder
Data atau informasi serta keterangan yang diperoleh sebagai penunjang penelitian ini. Adapun data sekunder dalam penelitian ini diperoleh melalui  library Research yaitu metode penelitian yang dilakukan melalui perpustakaan dengan literatur seperti buku, majalah, Undang-Undang, Jurnal dan lain sebagainya

5.      Teknik Analisa Data
Teknik analisis data merupakan cara yang digunakan untuk menganalisis data-data yang diperoleh, baik itu berupa dokumen maupun wawancara. Setelah data diperoleh melalui penelitian teknik pengumpulan data mta yang aaka hasil dari data tersebut akan dianalisis secara deskriptif kuatitatif, yaitu menuturkan dan menafsirkan data-data yang ada.
Analisis yang digunakan untuk mengetahui status jawaban terhadap pengetahuan masyarakat Kelurahan Simpang Baru Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru dan mahasiswa Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan FKIP Universitas Riau terhadap lembaga negara Ombudsman Republik Indonesia. Adapuan langkah-langkah metode diskriftif kuanlitatif adalah sebagai berikut :
1)      Mengumpulkan semua data yang diinginkan.
2)      Mengklasifikasikan alternatif jawaban responden.
3)      Menentukan besar persentase alternatif jawaban, dengan menggunakan rumus  sebagai berikut:

P= Besar alternatif jawaban
F= Frekuensi alternatif
N= Jumlah sampel penelitian
100%= Bilangan tetap (Anas Sudjana, 2001:40)

J.      Daftar Pustaka

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian (Suatu pendekatan praktek edisi revisi V).Rineka Cipta. S:Jakarta 
Dwiyanto, Agus. 2012. Manajemen Pelayanan Publik : Peduli, Inklusif, dan Kolaboratif. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Eddison, Ahmad. 2007. Metodologi Penelitian. Cendikia Insani: Pekanbaru
Hadjon M, Philipus. 1999. Peranan Ombudsman dalam Pmerintahan yang Bersih dan Efisien. BPHN-Dep Kehakiman. Jakarta
Hartono.1996. Kamus Praktis Bahasa Indonesia. Rineka Cipta. Jakarta
Indrayana, Denny. 2005. Inflasi Komisi, Inflasi Rekomendasi. Media Indonesia. Jakarta
Komorotomo, Wahyudi. 2005. Mewujudkan Good Governmant Melalui Pelayana  Publik. Gajah Mada University Press. Yogyakarta
Marlinto, Sudi Obdos. 2010. Tinjauan Yuridis terhadap Ombudsman berdasarkan Undang-Undang nomor 37 tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia. Pekanbaru
Miftah Thoha. 2004. Birokrasi Politik di Indonesia. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta
Muis, Abdul. Efektivitas Ombudsman Indonesia.Jurnal Madani
Nurtjahjo, Hendra dkk, 2013. Memahami Maladministrasi. SAJI Project UNDP. Jakarta
Mutakin, Awan. 1998. Studi Masyarakat Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sudjana, Anas. 2001. Pengantar Statistik Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D). ALFABETA. Bandung
Thamrin, Husni. 2013. Hukum Pelayanan Publik di Indonesia. Aswaja Pressindo. Yogyakarta
Wikipedia, Indonesia. Pelayanan Publik. Akses 24 September 2014
Wibawa, Herry. 2010. Pengawasan Ombusdman terhadap Penyeenggara Negara dan Pemerintahan (Studi Perbandingan dengan Pengawasan Peraturan). Semarang
Wiryawan, Anrie. 2014. Pelaksanaan Pengawasan Ombudsman Daerah Provinsi Kalimantan Tengah terhadap Aparatur Pemerintah sebagai Penyelenggara Pelayanan Publik di Kota Palangkaraya Provinsi Kalimantan Tengah. Yogyakarta
Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah.
Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000 tentang Komisi Ombudsman Indonesia.
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Pekanbaru 2010

K.    Lampiran

2 Komentar:

Pada 2 November 2017 pukul 07.07 , Blogger Unknown mengatakan...

Kak contoh kuensionernya dong mengenai pemahaman ttg ombudsman?

 
Pada 2 November 2017 pukul 07.07 , Blogger Unknown mengatakan...

Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

 

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda