Proposal : Analisis Komparasi Persepektif Mahasiswa dan Masyarakat terhadap Lembaga Negara Ombudsman
A. Judul
ANALISIS
KOMPARASI PERSPEKTIF MAHASISWA DAN MASYARAKAT TERHADAP LEMBAGA NEGARA OMBUDSMAN
(Studi
Kasus Mahasiswa PPKn FKIP Universitas Riau dan Masyarakat Kelurahan Simpang
Baru Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru)
B. Latar Belakang
Negara
hukum ialah negara yang menggunakan instrumen hukum sebagai landasan tindakan
dan perbuatan penguasa maupun warga negaranya sehingga dasar legalitasnya
menggunakan hukum tertulis maupun tidak tertulis. Sesuai dengan pasal 1 ayat 3
UUD 1945 yang berbunyi “Negara Indonesia adalah negara Hukum”. Maka dengan demikian Indonesia
menempatkan hukum sebagai dasar
kekuasaan negara dan penyelengaraan kekuasaan tersebut serta untuk menjamin
keadilan bagi seluruh warga negaranya.
Namun
dalam pelaksanaan pemerintahan yang sesuai dengan tujuan sebagai negara hukum
tersebut masih jauh dari harapan yang diinginkan. Pemerintah dalam hal ini
lebih mementingkan kepentingannya sendiri ketimbang masyarakat yang kelaparan
di tepi-tepi jalan. Hukum yang dikatakan sebagai aspek dan yang menjadi
landasan dalam menjalankan fungsi pemerintahnya pun tidak sesuai dengan realita
yang tejadi di dalam kehidupan masyarakat. Jangan jauh-jauh kita membahas, pelayanan publik saja yang ditujukan untuk kepentingan
umum, pembangunannya saja asal jadi. Seperti pembangunan halte bus yang saat
ini menjadi tempat pembuangan sampah, sehingga masyarakat yang menunggu bus di
tempat tersebut harus menutup hidung karena bau yang tidak sedap. Inilah yang
menjadi salah satu keluhan masyarakat tentang pelayanan publik.
Wahyudi Komorotomo.
2005:100 menyatakan
mengenai pelayanan publik ini ialah Bahwa dari banyak contoh di lapagan
seringkali terlihat aparatur pemerintah yang melayani kepentingan publik masih
belum menyadari fungsinya sebagai pelayanan masyarakat. Ketentuan bahwa
pemerintah (daerah) mempunyai kewajiban melayani masyarakat menjadi terbalik
sehingga bukan lagi pemerintah yang melayani masyarakat, tetapi justru
masyarakat yang melayani pemerintah.
Secara
konsep pelayanan kepada masyarakat dan penegakan hukum yang dilakukan dalam
rangka penyelenggaraan negara dan pemerintah merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari upaya untuk menciptakan pemerintahan yang baik, bersih, dan
efisien guna meningkatkan kesejahteraan serta menciptakan keadilan dan
kepastian hukum bagi seluruh warga negara. Oleh karena itu dalam melakukan
pengawasan pelayanan oleh penyelenggara negara dan pemerintah ini merupakan
salah satu unsur penting dalam upaya menciptakan pemerintahan yang baik (Good
Government) dan bersih serta bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Clean Goverment). Namun sangat disayangkan, dalam pengaplikasianya jauh dari yang
diharapkan.
Ombudsman
Republik Indonesia yang semula bernama Komisi Ombudsman Nasional. Pembentukannya
dilatar belakangi oleh adanya tuntutan dari masyarakat agar terwujutnya
pemerintahan yang bersih dan penyelenggaraan negara yang baik serta untuk
meningkatkan pemberian perlindungan terhadap hak-hak anggota masyarakat dari
pelaku penyelenggara negara yang tidak sesuai dengan kewajiban hukumnya, dengan
memberikan kepada anggota masyarakat yang dirugikan untuk mengadu kepada
lembaga yang independen yaitu Ombudsman.
Dengan
diundangkannya Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik
Indonesia maka berganti nama lah menjadi Ombudsman Republik Indonesia yang semula
bernama Komisi Ombudsman Nasional yang telah berdiri sejak 10 Maret 2000 dengan
Keputusan Presiden nomor 44 tahun 2000. Komisi ini bertujuan untuk menciptakan
pemerintahan yang baik dan bersih serta berwenang mengawasi pelayanan publik
yang dilakukan oleh penyelenggara negara dan pemerintah termasuk yang
diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah dan
Badan Hukum serta Badan Swasta atau Perseorangan yang bertugas menyelenggarakan
pelayanan publik yang semua anggaran dananya berasal dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara dan/atau Daerah (Pasal
1 UU no. 37 tahun 2009). Sejauh ini
banyak hal yang seharusnya dapat dilaporkan terkait pelayanan publik. Seperti
halte bus yang beralih fungsi, pengurusan KTP (Kartu Tanda Penduduk), KK (Kartu
Keluarga) serta permohonan sertifikat tanah yang berlarut-larut dan masih
banyak permasalahan yang meliputi pelayanan publik dan maladministrasi lainnya.
Dengan
adanya Ombudsman Republik Indonesia ini, maka semua permasalahan yang ada di
lingkungan masyarakat terkait dengan permasalahan pelayanan publik diharapkan
dapat dilaporkan oleh para penikmat layanan publik. Sehingga terjadilah pengawasan
pemerintah dalam melakukan hal
pemberlakuan pelayanan publik.
Masyarakat
dengan segudang aktifitas yang berbeda-beda, tingkat sosial-ekonomi serta
pendidikan yang berbeda pula pasti menginginkan layanan oleh aparatur
pemerintah yang dapat memuaskan. Baik itu pelayanan administrasi pengurusan
KTP, KK, sertifikat tanah, dan pelayanan umum seperti telepon umum, toilet
umum, halte yang baik dan lain sebagainya. Kebanyakan dari para pelayan rakyat
ini seharusnya melayani masyarakat namun kenyataan sebaliknya menjadi tuan yang
tidak menyadari yang seharusnya diperbuat. Sehingga kebanyakan masyarakat
mengeluh dengan pelayanan yang diberikan tidak jarang amarah dan emosi selalu
keluar dengan hal permasalahan yang sebenarnya kecil. Dengan kompleksnya
permasalahan tersebut membuat masyarakat binggung harus kemana mengadu.
Dari
kunjungan ke Lembaga Negara Ombudsman Republik Indonesia perwakilan Provinsi
Riau mengatakan pada tahun 2013 sebanyak 180 laporan yang diterima lembaga
tersebut. Pada tahun 2014 catur wulan I
sebanyak 87 laporan yang diterima (Bambang.Anggota
Ombudsman Perwakilan Riau, Juni 2014).
Sehingga masyarakat mengetahui kemana sebenarnya mereka harus mengadu
mengenai Pelayanan Publik dan maladministrasi.
Sementara itu Mahasiswa sebagai kaum
intelektual yang dianggap oleh masyarakat sebagai suatu level yang tinggi serta
mengetahui segala sesuatu permasalahan negara sehingga dikenal dengan Agent Of Change. Kaum intelektual yang
dikenal dengan kaum independen, berusaha mengawasi kebijakan dan keputusan
pemerintah. Sehingga tujuan awal dari kuliahnya pun tersudutkan dan hal ini
tidak membuat segalanya tersendat baik itu dalam pengawasan maupun menuntut ilmu.
Akan tetapi kebodohan terbesar mahasiswa ialah ketika uang yang setiap semester
selalu kita bayarkan ke Universitas itu kemana muaranya, kemana digunakan
sementara ruang kuliah dan kursi yang digunakan sudah tidak layak digunakan
serta tidak dilengkapi dengan fasilitas yang memadai. Untuk itu, tuntutan
transparansi dana harus dibuka secara jelas, baik dana semester maupun dana
potongan beasiswa yang entah kemana larinya. Seharusnya hal seperti ini dapat
diadukan ke Ombudsman Republik Indonesia.
Berdasarkan
pra penelitian yang dilakukan dengan menanyakan secara langsung kepada
mahasiswa PPKn FKIP Universitas Riau. Kebanyakan dari mahasiswa tidak
mengetahui adanya lembaga negara Ombudsman. Sementara mereka seharusnya
mengetahui lembaga-lembaga negara beserta tugas, fungsi, kedudukan dan
wewenangnya termasuk Ombudsman Republik Indonesia.
Berangkat
dari fakta ini penulis sebagai mahasiswa PPKn FKIP Universitas Riau ingin
mengetahui sejauh mana pengetahuan dan pandangan Mahasiswa PPKn FKIP
Universitas Riau dan masyarakat Kelurahan Simpang Baru Kecamatan Tampan Kota
Pekanbaru mengenai tugas, fungsi, kedudukan dan wewenang lembaga negara
Ombudsman Republik Indonesia serta membandingkan golongan mana yang lebih
mengetahui mengenai lembaga negara tersebut.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahannya ialah bagaimana
perbandingan pandangan atau perspektif mahasiswa dan masyarakat terhadap
lembaga negara Ombudsman?
D. Tujuan Penelitian
Adapun
tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui sejauh mana persepektif
mahasiswa dan masyarakat terhadap lembaga negara Ombudsman.
E. Manfaat Penelitian
Berdasarkan
rumusan masalah di atas hasil penelitian ini diharapkan berguna baik secara
teoritis maupun secara praktis. Dengan kata lain kegunaan teoritis berarti
hasil penelitian memberikan konstribusi secara teori bagi pengembangan ilmu
pengetahuan yang berkaitan dengan penelitian dan secara praktis mengetahui
perbandingan tingkat pengetahuan mahasiswa dan masyarakat terkait lembaga
negara Ombudsman Republik Indonesia ini. Adapun rinciannya sebagai berikut ;
1. Dapat
menjadi sumber informasi yang ilmiah dalam perspektif mahasiswa dan masyarakat
mengenai lembaga negara Ombudsman Republik Indonesia.
2. Memberikan
informasi kepada para pembaca mengenai lembaga negara Ombusdman Republik
Indonesia sebagai lembaga yang menerima, melayani dan menindak lanjuti laporan
dari masyarakat terkait dengan keluhan pelayanan umum / publik oleh
penyelenggara negara.
3. Dapat
menjadi bahan ajuan dalam melaksanakan penelitian selanjutnya yang relevan
dengan penelitian ini.
F. Definisi Operasional
Untuk
menghindari salah penafsiran, maka penulis memberikan pengertian istilah
sebagai berikut :
1. Mahasiswa
adalah Pelajar di perguruan tinggi. (Hartono)
2. Masyarakat
adalah orang-orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. (Selo Soemardjan dalam Awan Mutakin 1998 :
8)
3. Pelayanan
Publik atau pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa
pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa
publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah,
dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara
atau Badan Usaha Milik Daerah,
dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka
pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. (WikipediaIndonesia. diakses September 2014).
4. Ombudsman
Republik Indonesia yang
selanjutnya disebut Ombudsman adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan
mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh
penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh Badan
Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara
serta Badan Swasta atau perseorangan yang diberi tugas
menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya
bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran
pendapatan dan belanja daerah. (Pasal 1
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2009 Tentang Ombudsman Republik Indonesia)
G. Kajian Teoritis
1.
Pelayanan
Publik
a)
Pengertian
Pelayanan Publik
Pelayanan publik
atau pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan,
baik dalam bentuk barang publik maupun jasa
publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah,
dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara
atau Badan Usaha Milik Daerah,
dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka
pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. (WikipediaIndonesia. diakses September 2014).
Sementara
pelayanan publik menurut Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Bab I Pasal 1 Ayat (1)
mengatakan bahwa pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan
dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa,
dan/atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelanggara pelayanan
publik.
Sehingga dapat
disimpulkan bahwa pelayana publik itu adalah suatu pelayanan yang dilakukan
oleh penyelenggara negara terhadap warganegara dengan aspek pengadaan barang,
pelayanan jasa dan administrasi.
Pelayanan publik
yang merupakan hak bagi masyarakat sesuai dengan ketentuan pasal 14 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, merupakan salah satu
tolok ukur bagi berhasil tidaknya penyelenggaraan otonomi daerah, sebab salah
satu esensi otonomi daerah mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, dalam arti
bahwa hendaknya pelayanan publik yang di berikan kepada masyarakat berada dalam
ranah murah, cepat, tepat, dan memuaskan. Singkatnya pelayanan publik yang
dilakukan oleh pemerintah harus efisien dan efektif.
.
b)
Tujuan
Pelayana Publik
Sebelum lahirnya
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Pemerintah telah
melakukan berbagai upaya untuk mengeluarkan regulasi yang berkaitan dengan
pelayanan publik, misalnya telah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 65
Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal,
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perbaikan dan
Peningkatan Mutu Pelayanan Aparatur Pemerintah Kepada Masyarakat, dan Keputusan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Pemerintah Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003
tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Bahkan saat ini sudah
ada dan telah ditetapkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik dan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik
Indonesia. Oleh karena itu, keberadaan beberapa regulasi sebagaimana disebutkan
diatas merupakan rambu-rambu atau instrumen yang bersifat teknis yuridis, dalam
hal ini dapat dijadikan suatu dasar untuk menjadi pedoman penyelenggaraan
pelayanan publik yang lebih bersifat operasional. Sebab pelayanan publik
sebagai salah satu wujud Good Government
dan Clean Goverment, Pemerintah yang
baik dan bersih.
Tujuan
dari Pelayanan Publik ini adalah pengadaan barang, jasa dan administrasi.
Penyedian barang dan jasa yang dilakukan untuk mencapai tujuan dan visi negara,
walaupun barang dan jasa itu bersifat privat, dapat dikatakan sebagai pelayanan
publik. Tujuan dan misi negara biasanya diatur dalam konstitusi atau peraturan
perundangan lainnya. Contoh pelayanan untuk memenuhi tujuan dan misi negara
adalah pelayanan pendidikan, kesehatan dan jaminan sosial. Setiap warga negara
memiliki hak dan kebutuhan dasar yang harus dijamin pemenuhannya oleh negara.
Biasanya hak-hak dasar warga negara diatur dalam konstitusi atau setidaknya
dalam peraturan perundangan. Konstitusi dan Undang-Undang yang berlaku sering
mengatur mengenai kewajiban negara dalam memenuhi kebutuhan dasar warga
negaranya untuk hidup secara layak dan bermartabat. Pelayanan untuk memenuhi
hak dan kewajiban dasar warga negaranya merupakan pelayanan publik, karena itu
negara harus menjamin akses warganya terhadap pelayanan tersebut. Pelayanan
pendidikan dan kesehatan umumnya menjadi pelayanan dasar yang dijamin oleh
negara. Negara berkewajiban untuk menjaga akses warganya terhadap berbagai
pelayanan dasar yang menjadi kebutuhan
minimal bagi warga untuk hidup secara layak dan bermartabat. Pelayanan
seperti ini harus dapat diakses oleh warga negara tanpa kecuali, tanpa melihat
status sosial-ekonomi, ras, etnisitas, agama dan ciri-ciri subjektif lainnya.
Berbagai
pelayanan administrasi, seperti pelayanan KTP (Kartu Tanda Penduduk), akte
kelahiran, sertifikat tanah, dan perizinan, merupakan pelayanan yang
diselenggarakan untuk menjamin hak dan kebutuhan dasar warganegara. Pelayanan
KTP dan akte kelahiran sangat vital dalam kehidupan warganegara karena keduanya
menjamin keberadaan, identitas warga, dan hak-hak sipil lainnya.
Oleh
karenanya, dengan berbagai permasalahan pelayanan yang tidak sesuai dengan
standarnya, maka kegaduhan masyarakat dan ketidak percayaan masyarakat terhadap
penyelenggara negara mulai memudar. Maka dari itu dengan dikeluarkannya
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman republik Indonesia. Dengan
maksud sebagai tempat pengaduan maladministrasi, penyalahgunakan pengadaan
barang dan jasa.
2.
Ombudsman
a)
Sejarah
Ombudsman Indonesia
Belum banyak
buku yang menuliskan mengenai lembaga negara yang satu ini. Diantaranya ialah
buku Antonius Sujata tahun 2002 yang berjudul Ombudsman Indonesia, masa lalu, sekarang dan masa mendatang (dalam Obdos Marlinto. 2010). Diceritakan
bahwa upaya membentuk lembaga negara Ombudsman di Indonesia dimulai ketika
Presiden B.J Habibie berkuasa, kemudian dilanjutkan oleh K.H Abdurahman Wahid. Pada
masa pemerintahan Gusdur, Presiden ke 4 ini sering disapa ini lah sebagai
tonggak sejarah pembentukan lembaga Ombudsman di Indonesia. Pemerintah pada
saat itu tampak sadar akan perlunya lembaga Ombudsman di Indonesia menyusul
adanya tuntutan masyarakat yang amat kuat untuk mewujudkan pemerintahan yang
bersih dan penyelenggaraan negara yang baik.
Presiden K.H
Abdurahman Wahid kemudian mengeluarkan Keputusan Presiden nomor 55 tahun 1999
tentang Tim Pengkajian Pembentukan Lembaga Ombudsman. Menurut konsideran keputusan tersebut, latar belakang pemikiran perlunya
dibentuk lembaga Ombudsman Indonesia adalah untuk lebih meningkatkan pemberian
perlindungan terhadap hak-hak anggota masyarakat dari pelaku penyelenggara
negara yang tidak sesuai dengan kewajiban hukumnya, dengan memberikan
kesempatan kepada anggota masyarakat yang dirugikan untuk mengadu kepada suatu
lembaga yang independen yang dikenal dengan nama Ombudsman.
Pada tahun 2000,
Presiden Republik Indonesia K.H Abdurahman Wahid mengeluarkan Keputusan Presiden
nomor 44 tahun 2000 tentang Komisi Ombudsman Nasional, sehingga mulai saat ini
Indonesia mengalami babak baru dalam sistem pengawasan. Dengan ditetapkannya
Keputusan Presiden tersebut pada tanggal 10 Maret 2000 berdirilah lembaga
Ombudsman Indonesia dengan nama Komisi Ombudsman Nasional. Kemudian sejak
tanggal 7 Oktober 2008 berubah nama menjadi Ombudsman Republik Indonesia
seiring dengan diundangkannya Undang-Undang nomor 37 tahun 2008 tentang
Ombudsman Republik Indonesia oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Menurut Pasal 2
Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 44 tahun 2000 tentang Komisi
Ombudsman Nasional yang dimaksud dengan Komisi Ombudsman adalah lembaga
pengawas masyarakat berasaskan Pancasila dan bersifat mandiri dan berwenang
melakukan klarifikasi, monitoring atau
pemeriksaan asal laporan masyarakat mengenai penyelenggaraan negara khususnya
pelaksanaan oleh aparatur pemerintah terrmasuk lembaga peradilan terutama dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Alasan beberapa
negara mendirikan lembaga Ombudsman menurut Antonius dalam Sudi Obdos Marlinto
adalah:
1) Ombudsman
merupakan lembaga yang independen, baik struktural, fungsional maupun personal.
Dengan indepedensi yang dimilikinya, Ombudsman akan bertindak secara objektif,
adil, dan imparsial.
2) Sasaran
pengawasan Ombudsman adalah pelayanan publik yang merupakan inti dari seluruh
proses berpemerintahan, sementara selama ini belum atau tidak ada lembaga yang
secara khusus mengawasi pelayanan publik.
3) Ombudsman
menerapkan prosedur penyelesaian yang singkat dan sederhana termasuk dengan
cara mediasi yang mempertemukan para pihak untuk membahas permasalahan dan
mencari solusi dengan prinsip take and
give dan win-win solution. Dengan
mekanisme demikian, besar kemungkinan Ombudsman akan mencapai keberhasilan
dalam melakukan pengawasan.
4) Masalah
pelayanan yang merupakan objek pengawasan Ombudsman lebih banyak bersifat
individu, meskipun juga tidak jarang yang berkaitan dengan sistem dan kebijakan
yang demikian akan bermanfaat bagi masyarakat secara luas yang menjadi korban
dari sistem dan kebijakan yang berlaku secara umum tersebut.
5) Pengawasan
Ombudsman berdampak pada peningkatan kualitas pelayanan publik, dengan demikian
berpengaruh terhadap terselenggaranya Good
Governance.
6) Ombudsman
memberikan pelayanan secara gratis, dengan demikian akan sangat membantu
masyarakat kecil yang dirugikan akibat pelayanan publik yang menyimpang untuk
memperoleh haknya.
Adapun tujuan terbentuknya Ombudsman di Indonesia
menurut CFG. Sunaryadi Hartono dalam Obdos Marlinto, ialah untuk :
1) Mendorong
penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, baik di pusat maupun di daerah sesuai
dengan asas-asas pemerintahan yang baik dalam kerangka negara hukum yang
demokratis, transparan dan bertanggungjawab;
2) Meningkatkan
mutu pelayanan negara di segala bidang sehingga setiap warga negara dan
penduduk Indonesia memperoleh keadilan, rasa aman serta peningkatan
kesejahteraan;
3) Membantu
menciptakan dan meningkatkan upaya pemberantasan praktek-praktek
maladministrasi, diskriminasi, kolusi, korupsi, dan nepotisme;
4) Meningkatkan
budaya hukum nasional dan membangun kesadaran hukum masyarakat, sehingga
supremasi hukum dapat ditegakkan untuk mencapai kebenaran dan keadilan.
b)
Kedudukan
Ombudsman Republik Indonesia di Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia
Ombudsman
dikenal sebagai lembaga negara yang independen yang menerima keluhan-keluhan
masyarakat yang menjadi korban kesalahan administrasi publik yang ganjil,
menyimpang, sewenang-wenang, melanggar ketentuan, penyalahgunaan kekuasaan atau
keterlambatan yang tidak perlu atau adanya pelanggaran kepatuhan.
Dalam hal pemberantasan korupsi, Ombudsman Republik Indonesia berbeda dengan fungsi
lembaga represif anti korupsi seperti kepolisian dan kejaksaan. Ombudsman lahir
sebagai kebutuhan sehingga kehadiran Ombudsman bukan alternative kelembagaan atau sebagai
pengganti lembaga yang telah ada sebelumnya melainkan untuk memperluas pilihan
bagi masyarakat untuk melindungi hak atau kepentingan masyarakat dari tindak
pemerintah yang merugikan. Meskipun demikian, tugas, fungsi dan wewenang
Ombudsman tidak boleh tumpang
tindih dengan lembaga-lembaga lain yang melakukan pengaduan.
Ombudsman
Republik Indonesia berbeda dengan lembaga peradilan, karena Ombudsman tidak
bersifat mengadili atau melakukan “rechtmatigheidstoetsing”,
sehingga keputusannya tidak mempunyai sifat mengikat sacara hukum atau “non legal binding” (Philipus M. Hadjon, 1999). Ombudsman
Republik Indonesia juga tidak sama dengan Pers, karena Pers hanya mengungkapkan
adanya pelanggaran oleh aparatur negara namun tidak memberikan saran
(rekomendasi). Sifat dari Ombudsman Republik Indonesia adalah independen atau
mandiri serta impartial (tidak memihak) sehingga Ombudsman Republik Indonesia
bukan lembaga politik ataupun lembaga peradilan melainkan lembaga pengawasan terhadap penggunaan
kekuasaan.
Dalam sistem
ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan UUD 1945 tidak mengenal Ombudsman
didalamnya. Lalu kemana sebenarnya Lembaga Negara Ombudsman Republik Indonesia
ini dalam ketatanegaraan Indonesia? Untuk menjawabnya, dapat dilihat dari dua
pendekatan yaitu :
1) Dari
sudut pandang teori hukum
ketatanegaraan Republik Indonesia, lembaga kenegaraan yang berada diluar
lembaga yang ditetapkan oleh UUD 1945 harus dipandang sebagai
“Bestuur
Organen” atau lembaga pemerintah (Kusnardi dalam Sudi Obdos, 2010). Berdasarkan teori ini maka lembaga ombudsman RI
tidak lain merupakan lembaga pemerintah karena tidak disebut dalam UUD 1945
salah satu organ pemegang
kekuasaan negara.
Ini berarti bahwa Ombudsman Republik Indonesia adalah institusi yang berada dibawah Presiden. Dalam teori Hukum Tata Negara pada umumnya, juga diketahui bahwa yang
berwenang membentuk suatu ”State
Organ” atau lembaga-lembaga negara adalah lembaga pemegang kedaulatan dan biasanya
ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar.
2) Dari
sudut pandang pembentukan lembaga Ombudsman dan sistem pertanggungjawabanya,
maka Ombudsman Republik Indonesia merupakan lembaga yang berada dibawah
lingkungan kekuasaan Eksekutif. Keberadaan Ombudsman di bentuk dengan
Undang-Undang nomor 37 tentang Ombudsman Republik Indonesia oleh Presiden
berdasarkan kewenangannya sebagai Kepala Pemerintah berdasarkan Pasal 4
Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Melihat
dari sistem pertanggungjawabannya, maka Ombudsman Republik Indonesia jelas juga
merupakan institusi yang berada dibawah Presiden karena dalam prakteknya Ombudsman
memberikan laporan kepada Presiden. Terkait dengan sistem dari sistem pertanggung jawabannya, maka Ombudsman Republik Indonesia jelas juga merupakan institusi yang berada dibawah Presiden karena dalam prakteknya Ombudsman memberikan laporan kepada Presiden lembaga yang mandiri dan non parsial, serta ada kewenangan mengawasi lembaga-lembaga negara yang lain seperti badan peradilan tinggi. Hal
ini sesuai dengan pasal 2 Undang-Undang nomor 37 tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia yang menyatakan bahwa Ombudsman merupakan lembaga
negara yang bersifat mandiri dan tidak memiliki hubungan organik dengan lembaga
negara dan instansi pemerintahan lainnya, serta dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya bebas dari campur tangan kekuasaan lainnya
(Denny Indrayana. 2005).
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat diketahui bahwa pada saat
ini kedudukan lembaga Ombudsman Republik Indonesia dalam struktur
ketatanegaran Republik Indonesia adalah sebagai organ pemerintah. Meskipun Ombudsman Republik Indonesia merupakan lembaga yang
independent dan imparsial, fungsi pengawasan yang dilakukan oleh Ombudsman Republik Indonesia tidak identik dengan fungsi pengawasan yang dilakukan
oleh lembaga–lembaga negara lainnya. Ombudsman lebih bersifat proporsional bukan politis, tidak bersifat mengadili, ruang
lingkupnya lebih luas. Kehadiran Ombudsman merupakan wujud pelaksanan asas pemerintahan
yang demokratis,
dimana rakyat ikut serta secara aktif dalam melakukan kontrol terhadap penguasa, yang pastinya adalah bahwa Ombudsman Republik Indonesia merupakan lembaga negara pembantu lembaga negara utama dalam pencapaian tujuan Negara.
c)
Fungsi,
Tugas dan Wewenang Ombudsman Republik Indonesia
Didalam pasal 6
Undang-Undang nomor 37 tahun 2008 dijelaskan bahwa Ombudsman berfungsi mengawasi
pelayanan publik yang diselenggarakan oleh penyelenggaraan negara dan
pemerintahan baik di pusat maupun di daerah termasuk yang diselenggarakan oleh
Badan Usaha Milik Negara dan/atau Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta
Badan Swasta atau Perseoragan yang diberikan tugas menyelenggarakan pelayanan
publik tertentu.
Fungsi Ombudsman
lebih tertuju pada perbaikan administrasi guna memastikan bahwa sistem-sistem
tersebut membatasi korupsi sampai ketingkat minimum, yakni penyelenggaraan
administrasi yang transparan, efisien dan dapat dipertanggungjawabkan kepada
publik.
Ombudsman
Republik Indonesia menerima pengaduan masyarakat, melakukan klarifikasi atau
monitoring dan melakukan investigasi lalu memberikan saran kepada pihak-pihak
yang berkepentingan. Memang ada persamaan dengan lembaga negara lain namun
tidak identik. Ombudsman Republik Indonesia menilai kinerja pemerintahan atas
dasar hukum yang berlaku seperti pengadilan, akan tetapi Ombudsman tidak
mengadili dan keputusannya tidak mengikat secara hukum. Ombudsman Republik
Indonesia menerima dan menampung pengaduan masyarakat seperti DPR (Dewan
Perwakilan Rakyat) akan tetapi Ombudsman memiliki wewenang yang lebih luas,
yakni memberikan saran tindak kepada pemerintah dan jajaran pemerintah,
sedangkan DPR lebih bersifat politis dan tidak memberikan saran tindak.
Sedangkan tugas
Lembaga Ombudsman tercantum dalam pasal 7 Undang-Undang nomor 37 tahun 2008
menjelaskan tugas Ombudsman adalah :
1) Menerima
laporan atas dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik;
2) Melakukan
pemeriksaan substansi atas laporan;
3) Menindak
lanjuti laporan yang tercakup dalam ruang lingkup kewenangan Ombudsman;
4) Melakukan
investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan maladministrasi dalam
menyelenggarakan pelayanan publik;
5) Melakukan
koordinasi dan kerjasama dengan lembaga negara atau lembaga pemerintah lainnya
serta lembaga permasyarakatan dan perseorangan;
6) Membangun
jaringan kerja;
7) Melakukan
pencegahan maladministrasi dalam penyelengaraan pelayanan publik, dan
8) Melakukan
tugas lain yang diberikan oleh Undang-Undang.
Asas legalitas merupakan suatu prinsip pertama dalam
negara hukum, merupakan dasar dalam setiap penyelengaraan kenegaraan dan
pemerintahan. Dengan kata lain setiap penyelengaraan kenegaraan dan pemerintahan
harus memiliki legitimasi yaitu kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang.
Dengan demikian substansi asas legalitas adalah kewenangan yaitu kemampuan
untuk melakukan tindakan-tindakan hukum tertentu.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kewenangan berasal
dari kata wewenang yang berarti hak atau kekuasaan untuk bertindak. Kewenangan
adalah kekuasaan membuat keputusan, memerintah dan melimpahkan tanggung jawab
kepada orang lain.
Berdasarkan Undang-Undang nomor 37 tahun 2008
tentang Ombudsman Republik Indonesia mempunyai wewenang yaitu :
1) Meminta
keterangan secara lisan dan/atau tertulis dari pelapor, terlapor atau pihak
lain yang terkait mengenai laporan yang disampaikan kepada Ombudsman;
2) Memeriksa
keputusan, surat menyurat, atau dokumen lainnya yang ada pada pelapor ataupun
terlapor untuk mendapatkan kebenaran suatu laporan;
3) Meminta
klarifikasi/salinan atau fotocopy dokumen yang diperlukan dari instansi mana
pun untuk memeriksa laporan dari instansi terlapor;
4) Melakukan
pemanggilan terhadap pelapor, terlapor, dan pihak lain yang terkait dengan
laporan;
5) Menyelesaikan
laporan melalui mediasi dan konsiliasi atas permintaan para pihak;
6) Membuat
rekomendasi mengenai penyelesaian laporan, termasuk rekomendasi untuk membayar
ganti rugi dan/atau rehabilitasi kepada pihak yang dirugikan;
7) Demi
kepentingan umum mengumumkan hasil temuan, kesimpulan dan rekomendasi.
Selain wewenang yang disebutkan di atas pada
Ombudsman juga berwenang menyampaikan saran kepada Presiden, Kepala Daerah,
atau Pemimpin Penyelenggara Negara lainnya guna perbaikan dan penyempurnaan
organisasi dan/atau prosedur pelayanan publik;, menyampaikan saran kepada
Kepala DPR dan/atau Presiden. DPRD dan/atau Kepala Daerah agar terhadap Undang-Undang dan Peraturan Perundang-Undangan lainnya diadakan perubahan dalam rangka
mencegah maladministrasi. (UU no. 37 tahun 2008 pasal 8 ayat 2).
Dalam melaksanakan kewenangannya Obudsman dilarang mencampuri kebebasan hakim
dalam memeriksa putusan (UU no. 37 tahun
2008 pasal 9). Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya Ombudsman tidak
dapat ditangkap, ditahan, di introgasi, di tuntut, atau digugat dimuka pengadilan (UU no. 37 tahun 2008 pasal 10).
Ombudsman Republik Indonesia dalam menjalankan tugas
dan wewenangnya berdasarkan UU no. 37 tahun 2008 pasal 3 yang berasaskan :
1) Kepatutan;
2) Keadilan;
3) Non-diskriminasi;
4) Tidak
memihak;
5) Akuntabilitas;
6) Keseimbangan;
7) Keterbukaan;
8) Kerahasiaan.
d)
Susunan
dan Keanggotaan Ombudsman Republik Indonesia
1)
Susunan
Ombudsman Republik Indonesia
Sesuai dengan
Pasal 11 ayat 1 Undang-Undang nomor 37 tahun 2008 tentang Ombudsman Republik
Indonesia, susunan Ombudsman Republik Indonesia terdiri atas :
a) 1
(satu) orang ketua merangkap anggota;
b) 1
(satu) orang wakil ketua merangkap anggota; dan
c) 7
(tujuh ) orang anggota.
Sementara di dalam Pasal 11 ayat 2 Undang-Undang
ini, dalam hal Ketua Ombudsman berhalangan hadir, maka Wakil Ketua Ombudsman
menjalakan tugas dan kewenangan Ketua Ombudsman.
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya
Ombudsman dibantu oleh asisten Ombudsman yng diangkat dan diberhentikan oleh
Ketua Ombudsman berdasarkan persetujuan rapat anggota Ombudsman (Pasal 12 UU no 37 tahun 2008).
2)
Penyusunan
keanggotaan Ombudsman Republik Indonesia
Sesuai dengan Pasal 14 undang-undang
nomor 37 tahun 2008 dikatakan bahwa Ketua, Wakil Ketua, dan anggota Ombudsman
dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan calon yang diusulkan oleh
Presiden. Adapun ketentuan penyusunan diatur dalam pasal 15 dan pasal 16
Undang-Undang nomor 37 tahun 2008, yaitu:
a) Sebelum mengajukan calon anggota Ombudsman
kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden membentuk panitia seleksi calon
anggota Ombudsman.
b) Panitia seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terdiri atas unsur pemerintah, praktisi hukum, akademisi, dan anggota masyarakat.
c) Panitia
seleksi mempunyai tugas :
(1) Mengumumkan pendaftaran penerimaan calon
anggota Ombudsman;
(2) Melakukan
pendaftaran calon anggota Ombudsman dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari
kerja;
(3) Melakukan
seleksi administrasi calon anggota Ombudsman dalam jangka waktu 10 (sepuluh)
hari kerja terhitung sejak tanggal pengumuman pendaftaran berakhir;
(4) Mengumumkan
daftar nama calon untuk mendapatkan tanggapan masyarakat;
(5) Melakukan
seleksi kualitas dan integritas calon anggota Ombudsman dalam jangka waktu 60 (enam
puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal seleksi administrasi berakhir;
(6) Menentukan
dan menyampaikan nama calon anggota Ombudsman sebanyak 18 (delapan belas) orang
kepada Presiden dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja
terhitung sejak tanggal seleksi kualitas dan integritas berakhir.
d) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud
pada Pasal 15 ayat (3), panitia seleksi bekerja secara terbuka dengan
memperhatikan partisipasi masyarakat.
Ketua, Wakil
Ketua dan anggota Ombudsman memegang jabatan selama masa 5 (lima) tahun dan
dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan (UU no 37 tahun 2008 Pasal 17). Ketua,
Wakil Ketua dan anggota Ombudsman berhak atas penghasilan, uang kehormatan dan
hak-hak lain yang diatur dengan Peraturan Pemerintah (UU no 37 tahun 2008 Pasal 18). Adapun syarat untuk dapat diangkat
menjadi Ketua, Wakil Ketua dan anggota Ombudsman Republik Indonesia seseorang
harus memenuhi syarat-syarat sesuai dengan UU no 37 tahun 2008 Pasal 19, yaitu :
a) Warga
negara Republik Indonesia;
b) Bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c) Sehat
jasmani dan rohani;
d) Sarjana
hukum atau sarjana bidang lain yang memiliki keahlian dan pengalaman
sekurang-kurangnya 15 (lima belas) tahun dalam bidang hukum atau pemerintahan
yang menyangkut penyelenggaraan pelayanan publik;
e) Berusia
paling rendah 40 (empat puluh) tahun dan paling tinggi 60 (enam puluh) tahun;
f) Cakap,
jujur, memiliki integritas moral yang tinggi, dan memiliki reputasi yang baik;
g) memiliki
pengetahuan tentang Ombudsman;
h) Tidak
pernah dijatuhi pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana
penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
i)
Tidak pernah melakukan perbuatan
tercela; dan
j)
Tidak menjadi pengurus Partai Politik.
H. Hipotesis
Bertitik
tolak dari kerangka berpikir diatas, maka hipotesis yang ingin dibuktikan dalam
penelitian ini adalah perspektif mahasiswa yag jauh tidak mengetahui daripada
masyarakat umum tentang lembaga pengaduan pelayanan publik yaitu Ombudsman
Republik Indonesia.
I. Metode Penelitian
1.
Tempat
dan Waktu
a)
Tempat
Penelitian ini
dilakukan di kampus PPKn FKIP Universitas Riau dan Kelurahan Simpang Baru
Kecamatan Tampan.
b)
Waktu
Penelitian
ini dilakukan pada bulan September hingga November 2014.
2.
Populasi
dan Sampel
a)
Populasi
Populasi dalam
penelitian ini ada dua kelompok yaitu
kelompok pertama ialah kelompok masyarakat umum dan Kelompok kedua ialah
mahasiswa. Untuk masyarakat diambil populasi Masyarakat Kelurahan Simpang Baru
Kecamatan Tampan Kota Pekabaru sedangkan mahasiswanya ialah mahasiswa
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Riau.
Masyarakat
Kelurahan Simpang Baru Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru berjumlah 43.246 jiwa (Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Pekanbaru 2010) dan mahasiswa PPKn
FKIP Universitas Riau dari angkatan tahun 2012-2014 berjumlah 193 mahasiswa.
b)
Sampel
Berdasakan populasi di atas, dalam
menentukan sampel peneliti mengacu pada pendapat Suharsimi Arikunto (2002:24) yang menyatakan
apabila subjek kurang dari 100 orang, maka lebih baik diambil semua sehingga
penelitian merupakan penelitian populasi. Apabila subjek lebih dari 100 orang,
maka dapat diambil 10-15% atau 20-25%.Teknik pengambilan sampel ini menggunakan
teknik sampling purposive.
Dengan demikian
penulis menggunakan Sampling Purposive dengan
persentasi 10 % dari seluruh jumlah yang ada. Untuk mahasiswa yang berjumlah
193 orang, maka 19 orang sebagai sampel yang terdiri dari angkatan 2012, 2013
dan 2014 diambil secara acak. Sedangkan
untuk masyarakat yang berjumlah 43.246 jiwa maka sampelnya ialah 432 orang.
Yang terdiri dari unsur pemerintah kelurahan, RW, RT dan masyarakat umum yang
diambil secara acak.
3.
Istrumen
Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat
ukur, dimana dengan instrument penelitian dapat dikumpulkan data sebagai alat
untuk menyatakan besaran atau persentase serta lebih kurangnya dalam bentuk
kualitatif atau kuantitatif (Ahmad Eddison, 2007: 30). Adapun instrument dalam
penelitian ini adalah sebagai tabel berikut:
No
|
Variabel
|
Indikator
|
Sub
indicator
|
1.
|
Perspektif Mahasiswa dan
Masyarakat mengenai Pelayanan Publik
|
Pasal 1 Undang-undang nomor
25 tentang Pelayanan Publik
|
Pengertian Pelayanan Publik
|
Pasal 2 Undang-undang nomor
25 tentang Pelayanan Publik
|
Maksud dan Tujuan Pelayanan Publik
|
||
2.
|
Pengetahuan mahasiswa dan masyarakat tentang Ombudsman
Republik
Indonesia
|
Pasal 1, 2, 3 dan 4 Undang-Undang nomor 37 tahun
2008 tentang Ombudsman
Republik Indonesia
|
Pengertian, sifat, asas dan tujuan
lembaga Ombudsman
|
pasal 6, 7 dan 8 Undang-Undang nomor 37 tahun
2008 tentang Ombudsman
Republik Indonesia
|
Fungsi, tugas dan wewenang lembaga Ombudsman
|
||
Pasal 11 dan 17 Undang-Undang nomor 37 tahun
2008 tentang Ombudsman
Republik Indonesia
|
Susunan keanggotaan dan masa jabatan
lembaga Ombudsman
|
Sumber
:
diolah dari (Hendra
Nurtjahjo dkk 2013 : 5, 7), (Pasal 1 dan 2 Undang-Undang nomor 25 tahun 2009),
(Pasal 1, 2, 3, 4, 6, 7, 8, 11, 17, Undang-Undang Nomor 37 tahun 2008).
4.
Teknik
Pengumpulan Data
Dalam
melaksanakan penelitian ini agar data yang diperoleh benar-benar akurat maka
peneliti mengumpulkan data melalui teknik sebagai berikut:
a)
Data
Primer
Data yang
diperoleh langsung dan sumber utama, dalam hal ini dilakukan dengan teknik
sebagai berikut:
1)
Kuesioner (angket)
Kuesioner atau angket merupakan
teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat
pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono 2009:199). Adapun yang menjadi
responden adalah masyarakat Kelurahan
Simpang Baru Kecamatan Tampan Kota pekanbaru dan Mahasiswa PPKn FKIP
Universitas Riau sesuai dengan jumlah sampel yang
telah ditentukan.
b) Data
Sekunder
Data
atau informasi serta keterangan yang diperoleh sebagai penunjang penelitian
ini. Adapun data sekunder dalam penelitian ini diperoleh melalui library Research yaitu metode penelitian yang
dilakukan melalui perpustakaan dengan literatur seperti buku, majalah,
Undang-Undang, Jurnal dan lain sebagainya
5.
Teknik
Analisa Data
Teknik analisis data merupakan cara yang digunakan untuk
menganalisis data-data yang diperoleh, baik itu berupa dokumen maupun
wawancara. Setelah data diperoleh melalui penelitian teknik pengumpulan data
mta yang aaka hasil dari data tersebut akan dianalisis secara deskriptif kuatitatif,
yaitu menuturkan dan menafsirkan data-data yang ada.
Analisis yang digunakan untuk mengetahui status jawaban terhadap
pengetahuan masyarakat Kelurahan Simpang Baru Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru
dan mahasiswa Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan FKIP Universitas Riau
terhadap lembaga negara Ombudsman Republik Indonesia. Adapuan langkah-langkah
metode diskriftif kuanlitatif adalah sebagai berikut :
1)
Mengumpulkan semua data yang diinginkan.
2)
Mengklasifikasikan
alternatif jawaban responden.
3)
Menentukan
besar persentase alternatif jawaban, dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
P= Besar alternatif jawaban
F= Frekuensi alternatif
N=
Jumlah
sampel penelitian
100%=
Bilangan tetap (Anas
Sudjana, 2001:40)
J. Daftar Pustaka
Arikunto,
Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian
(Suatu pendekatan praktek edisi revisi V).Rineka Cipta. S:Jakarta
Dwiyanto,
Agus. 2012. Manajemen Pelayanan Publik :
Peduli, Inklusif, dan Kolaboratif. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Eddison,
Ahmad. 2007. Metodologi Penelitian.
Cendikia Insani: Pekanbaru
Hadjon
M, Philipus. 1999. Peranan Ombudsman
dalam Pmerintahan yang Bersih dan Efisien. BPHN-Dep Kehakiman. Jakarta
Hartono.1996. Kamus
Praktis Bahasa Indonesia. Rineka Cipta. Jakarta
Indrayana,
Denny. 2005. Inflasi Komisi, Inflasi
Rekomendasi. Media Indonesia. Jakarta
Komorotomo,
Wahyudi. 2005. Mewujudkan Good Governmant
Melalui Pelayana Publik. Gajah Mada
University Press. Yogyakarta
Marlinto,
Sudi Obdos. 2010. Tinjauan Yuridis
terhadap Ombudsman berdasarkan Undang-Undang nomor 37 tahun 2008 tentang
Ombudsman Republik Indonesia. Pekanbaru
Miftah
Thoha. 2004. Birokrasi Politik di
Indonesia. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta
Muis,
Abdul. Efektivitas Ombudsman Indonesia.Jurnal
Madani
Nurtjahjo, Hendra dkk, 2013. Memahami Maladministrasi. SAJI Project UNDP. Jakarta
Mutakin, Awan. 1998. Studi Masyarakat Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sudjana,
Anas. 2001. Pengantar Statistik
Pendidikan. Bumi Aksara.
Jakarta
Sugiyono. 2009. Metode
Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D).
ALFABETA. Bandung
Thamrin,
Husni. 2013. Hukum Pelayanan Publik di
Indonesia. Aswaja Pressindo. Yogyakarta
Wikipedia,
Indonesia. Pelayanan Publik. Akses 24
September 2014
Wibawa,
Herry. 2010. Pengawasan Ombusdman
terhadap Penyeenggara Negara dan Pemerintahan (Studi Perbandingan dengan
Pengawasan Peraturan). Semarang
Wiryawan,
Anrie. 2014. Pelaksanaan Pengawasan
Ombudsman Daerah Provinsi Kalimantan Tengah terhadap Aparatur Pemerintah
sebagai Penyelenggara Pelayanan Publik di Kota Palangkaraya Provinsi Kalimantan
Tengah. Yogyakarta
Undang-Undang
Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945.
Undang-Undang
Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia.
Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah.
Keputusan
Presiden Nomor 44 Tahun 2000 tentang Komisi Ombudsman Indonesia.
Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Pekanbaru 2010
K. Lampiran
2 Komentar:
Kak contoh kuensionernya dong mengenai pemahaman ttg ombudsman?
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda