Senin, 22 Agustus 2016

Melayu (Riau) Melawan Babusa

Melayu (Riau) Melawan Babusa
Oleh : Solihin,S.Pd

Gambar : Gugusan Pulau Nusantara; Melayu Riau

Orang Melayu mempunyai peradaban yang tinggi dalam memilihara tatanan nilai budaya menyangkut aspek sosial ekonomi, politik, agama, lingkungan, seni, teknologi, dan lain-lain. Nilai-nilai tersebut terdapat dalam kearifan lokal orang Melayu. Ciri yang melekat dalam kearifan lokal tersebut sifatnya dinamis, berkelanjutan, dan dapat diterima oleh komunitasnya. Dalam komunitas masyarakat lokal, kearifan tradisional mewujud dalam bentuk seperangkat aturan, pengetahuan dan juga keterampilan serta tata nilai dan etika yang mengatur tatanan sosial komunitas yang terus hidup dan berkembang dari generasi ke generasi. Sesuai dengan aturan adat, kearifan tradisional merupakan sebuah sistem dalam tatanan kehidupan social politik-budaya-ekonomi serta lingkungan yang hidup di tengah-tengah masyarakat lokal.  Orang Melayu mempunyai konsep filosofi dalam memilihara lingkungan ini yang dapat terlihat dalam ungkapan petatah petitih, syair, pantun, hikayat, dan dalam qanun tanah adat.[1]
Kehidupan orang tua-tua dahulu sangat erat kaitannya dengan Alam. Menyadari eratnya kaitan antar kehidupan manusia dengan alam, menyebabkan orang Melayu berupaya memelihara serta menjaga kelestarian dan keseimbangan alam. Dalam adat istiadat ditetapkan “pantang larang” yang berkaitan dengan pemeliharaan serta pemanfaatan alam, mulai dari hutan, tanah, laut dan selat, tokong dan pulau, suak dan sungai, tasik dan danau, sampai kepada kawasan yang menjadi kampung halaman, dusun, ladang, kebun, dan sebagainya.
Dalam pandangan Tennas Effendy, orang tua-tua Melayu masa silam amat menyadari pentingnya pemeliharaan dan pemanfaatan alam sekitar secara seimbang. Ketentuan adat yang mereka pakai memiliki sanksi hukum yang berat terhadap perusak alam. Sebab, perusak alam bukan saja merusak sumber ekonomi, tetapi juga membinasakan sumber berbagai kegiatan budaya, pengobatan, dan lain-lain yang amat diperlukan oleh masyarakat [2]
Orang tua-tua Melayu mengatakan bahwa kehidupan mereka amat bergantung kepada alam. Alam menjadi sumber nafkah dan juga menjadi sumber unsur-unsur budayanya. Dalam ungkapan dikatakan:

Kalau tidak ada laut
hampalah perut
Bila tak ada hutan
binasalah badan

Dalam ungkapan lain dikatakan:
Kalau binasa hutan yang lebat
Rusak lembaga hilanglah adat [3]

Gambar : Ilustrasi Kegiatan budaya Masyarakat Melayu

Ungkapan-ungkapan di atas secara jelas menunjukkan harmonisasi hubungan antara orang Melayu dengan alam sekitarnya. Kebenaran isi ungkapan ini secara jelas dapat dilihat dalam kehidupan mereka sehari-hari. Secara tradisional, mereka secara turun temurun hidup dari hasil laut dan hasil hutan atau mengolah tanah. Secara turun temurun pula mereka memanfaatkan hasil hutan untuk berbagai keperluan, membuat bangunan, membuat alat dan kelengkapan rumah tangga, alat dan kelengkapan nelayan, alat berburu, alat bertani, dan sebagainya, termasuk untuk ramuan obat tradisional.
Banyak ungkapan-ungkapan tunjuk ajar yang terdapat dalam kehidupan orang Melayu, baik secara lisan maupun tertulis tentang pemiliharan lingkungan. Ungkapan-ungkapan tersebut terpelihara dalam budaya dan struktur masyarakat Melayu. Namun, nilai-nilai dan norma norma tersebut sebagian besar telah tercabut dari kehidupan sehari-hari. Hal ini disebabkan sistem kelembagaan adat melayu saat ini hanya menjadi simbol dan kamuflase belaka. Budaya bepantun kini hanya digunakan pada saat perhelatan pernikahan di kampung-kampung. Tunjuk ajar melayu dalam pergaulan, hubungan dengan pencipta dan juga hubungan dengan alam sekitar bak hilang ditelan bumi. Kini pepatah yang mengatakan “tak kan melayu hilang dibumi”  seperti tinggal angan belaka.  Pergerusan budaya yang seperti ini menjadi sangat berdampak buruk di dunia pendidikan, sosial ekonomi maupun lingkungan.
Kalau berbicara Riau maka tak terlepas dari Melayu. The Homeland of Melayu begitu tujuan dari pemerintah daerah provinsi Riau. Mewujudkan pembangunan masyarakat berbudaya, beriman dan bertaqwa. Tujuan ini agar masyarakat Riau tak tergerus oleh budaya asing yang masuk ketengah-tengah budaya kita. Mengembalikan kembali identitas budaya melayu yang kini kondisinya mulai tergerus budaya asing akibat arus globalisasi yang semangkin kuat pengaruhnya di negeri ini. Salah satu akibatnya ialah kekayaan alam yang ada di eksplorasi tanpa melihat keberlanjutan ekosistemnya. Budaya haus akan harta, ketamakan sementara,  menracuni pola pikir. Menghilangkan budaya melayu menjaga keselarasan hidup bersama alam. Pepatah petitih, pantang larang melayu tak digubris.
Mengakibatkan Babusa ( Bencana Kabut Asap) bertengger betah di bumi melayu ini semenjak 18 tahun yang lalu. Mereka seolah tak ambil peduli dengan hukum adat yang berlaku. Dua sinyalir penting yang dapat kita lihat dari kejadiaan ini. Pertama masyarakat melayu yang mempunyai kebudayaan itu sendiri yang merusak akibat tergoresnya budaya karena globalisasi. Yang kedua; para pendatang yang berdatangan ke Riau yang membuka lahan secara besar-besaran untuk digunakan sebagai tempat tinggal dan mencari nafkah dari hal ini.
Hutan yang ada di Riau dulunya sangat luas akibat penjagaan oleh masyarakat hukum adat. Masyarakat dahulu menyadari pentingnya ketergantungan dengan hasil alam. Mereka jua pandai merawat dan menjaga hutan. Kini penebangan hutan yang merajalela telah mengurangi luas hutan secara signifikan, dari 78% pada tahun 1982 menjadi hanya 33% pada 2005. Rata-rata 160,000 hektare hutan habis ditebang setiap tahun, meninggalkan 22%, atau 2,45 juta hektare pada tahun 2009[4]. Wajar jika kebakaran hutan dan lahan yang ada di Riau mengakibatkan Babusa (Bencana Kabut Asap). Delapan belas tahun lamanya masyarakat Riau menghadapi bencana tersebut menghidupkan budaya baru yang mengakibatkan penyakit baru dan persendatan ekonomi baru.

Gambar : Kebakaran lahan di salah satu Desa di Kabupaten Bengkalis

Budaya melayu yang ada diatas seharusnya dapat menjaga lingkungan sekitar. Petatah petitih, pantang larang yang ada di tengah masyarakat jika diterapkan akan memberikan efek jera. Namun arus globalisasi yang sangat deras mengakibatkan tergerus secara perlahan budaya tersebut. Hingga kini, budaya melayu sangat minim penghayatan dan pengamalannya. Budaya melayu tinggal sebutan di beberapa upacara atau agenda tertentu. Sementara pengamalan dalam kehidupan sehari-hari sudah hilang tergerus arus globalisasi.
Masyarakat yang seharusnya sebagai ujung tombak menjaga lingkungan dan budaya kini hilang akibat keegoisan masing-masing. Mereka sibuk mengurus urusan yang menguntungkan pribadi daripada mementingkan urusan bersama. Menjaga dan melindungi hutan dari keserakahan dan ketamakan sebagian manusia mereka tak sanggup. Praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme menjadi factor utamanya. Kesewenangan Pemerintah yang asal memberikan izin terhadap pihak swasta. Menjadikan masyarakat melayu kehilangan jati diri. Mengakibatkan kerusakan hutan, terusaknya ekosistem yang mengakibatkan bencana. Banjir ketika musim penghujan, kekeringan dan kebakaran ketika musim kemarau.
Permasalan ini menjadi Pekerjaan Rumah bersama diantara kita. Pemerintah (aparatur negara), masyarakat dan pihak swasta. Tidak saling menyalahkan, mari bergotong royong menjaga lingkungan. Jadikan kita peduli untuk menjaga lingkungan. Jadikan kita peduli untuk menjaga dan melindungi hutan. Mari membudayakan budaya melayu dalam segala aspek kehidupan. Menjadikan pepatah petitih yang ada untuk di amalkan. Menjadikan pantang larang dan hukum adat ditaati bersama. Maka terwujudlah kehidupan yang berdampingan, salaras dan serasi dengan alam.
Membudayakan melayu bagi masyarakat melayu dan Riau ini sebagai solusi tuntas kebakaran hutan dan lahan yang ada di Riau. Menghilangkan Babusa (Bencana Kabut Asap) di Riau. Saling menjaga dan melakukan pemeliharaan dan pemanfaatan seperlunya. Sehingga keselarasan hidup manusia dan alam dapat terjalin secara harmonis.

Gambar : Hidup berdampingan dengan Alam

Tak perlu berserakan peraturan menjegah kebakaran hutan dan lahan. Tak perlu menakuti masyarakat. Tak perlu memenjarakan masyarakat yang bersalah. Usah menggunakan ratusan milyar uang untuk melakukan pemadaman kebakaran. Cukup dengan membudayakan budaya melayu ditengah-tengah masyarakat kita. Menerapkan petatah petitih, pantang larang, serta hukum adat. Ciptakan sanksi sosial dan hukum adat yang tegas dan jelas.  Hingga melayu itu sendiri yang melawan Babusa.





[1] Husni Tamrin; Marjinalisasi Tanah Adat dan Kearifan Lingkungan Orang Melayu. 2014
[2] Husni Tamrin; Ibid. 2014
[3] Tennas Effendy Tunjuk Ajar Melayu (Butir-Butir Budaya Melayu Riau). Yogyakarta: Adicita Karya. 2004
[4] Wikipedia Indonesia. Pemerintah Provinsi Riau. (akses; 19 Agustus 2016)

Rabu, 10 Agustus 2016

Poros Maritim Indonesia ; Nyata Kaya, Tapi Miskin

Poros Maritim Indonesia ;
Nyata Kaya, Tapi Miskin
Oleh : Solihin,S.Pd


Negara Kesatuan Republik Indonesia yang di proklamirkan oleh para pendiri bangsa mengisaratkan bahwa negeri ini kaya akan sumber daya alam. Melimpah ruah seperti lagu nusantara yang berjudul “Kolam Susu” Karya Koes Plus. Ini  mengingatkan akan satu hal, bahwa negeri kita sangat kaya. Sebatang kayu yang ditancapkan kedalam tanahpun tumbuh menjadi tanaman, inilah tanah kiriman surga, bandingkan dengan mereka yang tinggal di daerah bersalju, hanya beberapa tanaman yang bisa tumbuh. Airnya pun di ibaratkan dengan kolam susu, penuh dengan aneka macam ikan, diambil setiap hari oleh nelayan, tidak pernah habis, sumber makanan bisa dihasilkan sendiri dengan mudah, sumber energi minyak bumi dan batu bara banyak sekali tersimpan dibawah negeri ini, bahkan Indonesia sebenarnya mampu hidup tanpa campur tangan negeri lain, justru negeri lain sangat takut akan kemandirian Indonesia.
Indonesia sangat diuntungkan dengan posisi yang di apit oleh dua benua Asia dan Australia serta dua samudra yaitu samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Menjadikan Indonesia sebagai jalur akses pelantara perjalanan tol laut maupun penerbangan yang ada. Namun kita belum bisa berbenah secara utuh, hanya beberapa daerah yang dijadikan prioritas sehingga menimbulkan kesenjangan antara Indonesia Bagian Barat dan Indonesia Bagian Timur.
Mulai dari kesenjangan harga pangan dan sembako hingga pembangunan Sumber Daya Manusia yang ada. Kesenjangan ini diakibatkan oleh pengelolaan jalur perdagangan laut yang tidak difasilitasi dengan baik. Dengan kata lain, sarana dan prasarana jembatan, dermaga dan lain-lain masih ada daerah yang tidak ada dermaga. Hal seperti ini menjadi ironi yang sangat disayangkan karena tidak mencerminkan Negara Indonesia sebagai Negara Kepulauan terbesar di dunia
Pejabat negeri ini selalu menjelaskan ketidak siapan kita dalam mengelola sumber daya alam yang ada. Keterbatasan anggaran dalam mengelola dan lain sebagainya. Ini lah yang membuat negeri ini selalu jauh dari kemandirian. Pejabat negeri ini selalu pesimis dalam berbagai kemajuan untuk kemandirian negeri. Tak heran jika ketergantungan dengan negara luar sangat erat. Sementara alam kita terbentang sangat luas dan kaya akan kekayaan sumber daya alam.
Ribuan triliun anggaran pendapatan dan belanja Negara pertahun selalu dihabiskan untuk kesejahteraan rakyat. Tapi bukti nyata dan konkritnya masih belum kelihatan. Ribuan triliuan uang Indonesia terhamburkan entah kemana. Pembangunan Sumber Daya Manusia dan Pengelolaan Sumber Daya Alam masih banyak yang kurang tepat pada sasaran. Pembangunan Pengelolaan Sumber Daya Alam Indonesia terutama disekto kemaritiman masih sangat minim.


Indonesia yang terdiri dari 13.487 pulau besar dan kecil. Menjelaskan bahwa Indonesia menjadi salah satu negara kepulauan yang terbesar. Sejarah menyebutkan bahwa Kemerdekaan Indonesia tidak terlepas dari kekuatan kerajaan-kerajaan yang ada di masa lampau. Mereka telah menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan yang ada di Hindia, Arab, Turki dan lain sebagainya. Dalam menjalankan hubungan dimasa lampau tidak terlepas dari sosok kerajaan yang kuat dibidang kemaritiman. Menaklukkan laut, gelombang, badai, berlayar dengan waktu yang cukup lama. Kekuatan yang ada di zaman dulu seharusnya membuat generasi penerus kita bangga. Tidak sebalikknya menjadi pemalas. Sejarah-sejarah kerajaan yang ada di Indonesia sebagian besar memiliki kekuatan besar dalam penaklukan wilayah laut. Seperti kerajaan Riau Lingga, Kerajaan Siak Sriindrapura, Kerajaan Sriwijaya dan masih banyak lagi.


Menjadi sangat penting kita mempelajari hal-hal yang tidak tersirat dalam kisah-kisah kerajaan yang ada di Indonesia. Ini yang menjadikan generasi penerus bangsa lupa akan asal usul negaranya. Mereka tergiurkan dengan kemajuan teknologi, diperbodoh dengan dunia internet. Penumbuhan semangat nasionalisme perlu untuk kita gencarkan sehingga Indonesia menjadi Negara yang Berdikari.
Kekayaan Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia serta Sejarah Indonesia seharusnya dapat dijadikan bekal membangun Indonesia yang Sejahtera dan Bermartabat. Akan tetapi kemiskinan masyarakat terus merajalela. Rakyat yang hidup dan tinggal bergantung kepada hasil laut saat ini sudah tidak terberdayakan. Mereka lebih memilih untuk mencari penghidupan yang lain. Sementara laut kita kaya akan sumber daya alam nya. Ikan tersebar, dikuras setiap hari, tapi tak habis-habis. Namun apa yang terjadi terhadap nelayan kita, mereka termasuk golongan masyarakat miskin. Siapa yang salah.? Pemerintahkah,? Atau mereka sendiri,?
Pemerintah jangan hanya membuat kebijakan yang menimbulkan keberpihakan dan menguntungkan sebagian masyarakat. Bantuan jala, kapal dan lain sebagainya mungkin menjadi hal kecil bagi pemerintah, namun ini menjadi hal sangat berarti bagi para nelayan kita. Inilah yang menjadi PR (Pekerjaan Rumah) kita bersama. Kekayaan laut kita melimpah, masyarakat berusaha, namun akibat beberapa kebijakan yang dibuat oleh pemerintah sehingga dapat merugikan masyarakat dan menguntungkan sebagaian pihak saja.
Menjaga lingkungan agar nelayan kita tetap bisa berpenghasilan. Menghasilkan tangkapan yang sehat bagi masyarakat Indonesia. Jauh dari itu, bagun poros maritim, tumbuhkan semangat nasionalisme kepada generasi penerus bangsa. Bukan hanya menjadi tanggungjawab Pemerintah, tapi juga masyarakat setempat. Sadarkan diri untuk saling menjaga lingkungan dan menjaga kelestarian alam.  Semoga kenyataan Indonesia kaya akan Sumber Daya laut nya benar-benar dapat dinikmati oleh rakyat Indonesia, bukan hayalan belaka.

Salam Hangat
ttd
Solihin,S.Pd
Masih Banyak belajar, Sile coret-coret di komentar untuk masukan dan kritikannye.
Jazakumullah Khairan Katsir. Terima Kasih. Thanks You. 


Jumat, 29 Juli 2016

Riau Bebas Korupsi, Bebas Jerebu

Ini Cerita nya masih belajar buat Essai untuk mengikuti suatu kegiatan. 
semoga keterusan nulis, biar makin bagus tulisannya. amiin.
tafadhol dibaca dan coment, untuk lebih baik. 

Riau Bebas Korupsi, Bebas Jerebu
Oleh : Solihin, S.Pd

Tingkat korupsi yang ada di Indonesia berada di deretan sepuluh negara dengan persentasi paling tinggi. Menjadi tamparan keras bagi bangsa Indonesia dan Rakyat Indonesia. Menyayat kemakmuran dan kekayaan yang ada di negeri sendiri. Sebagai negara terbesar ke empat didunia yang melimpah ruah kekayaan alamnya, masih membuat dan melakukan korupsi yang ada di negeri ini. Bukan Karena Indonesia kaya tapi karena kerakusan dan ketamakan yang sangat tidak beretika bagi pribadi yang melakukannya.

Penguatan sistem negara demokrasi yang dianut Indonesia sejak reformasi yang terjadi pada tahun 1998. Banyak membuat berbagai perubahan di berbagai sektor. Pembangunan, otonomi daerah, pembangunan daerah terpencil, desentralisasi dan lain sebagainya. Membuktikan bahwa bangsa Indonesia berani melakukan pembaharuan demi terciptanya kesejahteraan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

Peluang besar pasca reformasi adalah banyaknya peran serta masyarakat dalam keikutsertaanya membangun daerah dan negara. Pembangunan yang berdimensi pada kekhasan daerah, memajukan demokrasi local, budaya lokal. Sesuai dengan tujuan dari desentralisasi otonomi daerah itu sendiri. Otonomi daerah dan desentralisasi yang awalnya memiliki tujuan mulia untuk memajukan daerah dengan keterlibatan masyarakat local kini sangat jauh dari harapan.


Data dari Kementrian Dalam Negeri menyebutkan bahwa 60%-70% daerah Otonomi baru mengalami kegagalan (Sumber: Tribunsnews.com, 4 Mei 2015). Pendapatan Asli Daerah yang menurun dari pada tahun sebelumnya meyebabkan ketergantungan dengan pemerintah pusat.  Sehingga ketika terjadi pengurangan anggaran perimbangan membuat pemerintah daerah kebingungan kekurangan anggaran.

Ini menyebabkan tingkat korupsi di daerah sangat tinggi,  dari 11  tahun terakhir sudah ada 64 kasus kepala daerah yang tersandung korupsi (Sumber : KPK RI). Ini terjadi dikarenakan berbagai permasalahan yang ada di daerah. Mulai dari kelebihan anggaran yang ada di daerah yang ingin menguntungkan keperluan pribadi hingga partai pengusung serta  untuk menutupi biaya kampanye sebelum duduk di pucuk pimpinan pemerintah daerah.  Berbagai cara dilakukan untruk menutupi perkara-perkara yan gsaat ini telah menjadi rahasia umum tersebut. Namun sangat sedikit yang mencari keuntungan untuk membangun daerah.

Dari berbagai kasus yang tersiarkan keruang public baik melalui media elektronik maupun cetak yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi membuat saya memiliki ketertarikan dengan KPK dan ICW. Terus mengikuti beberapa perkembangan  kasus yang selidiki oleh KPK. Indonesia Corruption Wacth sebagai media patner yang selalu bermitra dengan KPK. Yang membantu dan bekerjasama melakukan pembongkaran kasus korupsi.

Ketertarikan ini juga tidak hanya terletak pada lembaga seperti KPK dan ICW. Berdasar pada beberapa kasus yang naik di permukaan media tanpa ada penyelesaian yang kemudian meredup dan hilang. Ini sangat disayangkan. Berharap pemerintah dan para aparatur penegak hukum mempunyai komitmen yang sama untuk menjunjung hukum. “Equality before the law” dengan arti sederhana semua orang sama didepan hukum.



Masih banyaknya kasus korupsi yang terjadi baik di aparatur pemerintah di tingkat pusat hingga bawah. Dipemerintah bawah masih juga terjamah dengan korupsi ditingkat tapak. Korupsi yang dilakukan bukan hanya proyek-proyek besar dan berkelanjutan, jauh dari pada itu mereka juga menjual keberlanjutan umat manusia dengan menjual dan menyalahgunakan tata guna lahan hutan dan sumber daya alam yang ada di dalamnya. Sangat disayangkan jika kemajuan lingkungan hidup tempat kita (manusia) tinggal ini diperuntukan untuk saat itu tanpa melihat keberlanjutan anak cucu kita.

Bencana asap merupakan hal yang tidak asing lagi didengar, terutama bagi masyarakat Riau. Telah 18 tahun menjadi bagian dari masyarakat Riau. Jumlah titik api pada bulan Oktober 2014 adalah sejumlah 187 titik di Sumatera. Biasanya bencana asap terjadi mulai Bulan Mei-Juni. Tetapi pada Januari-Februari 2014 lalu, bencana asap telah ada di Riau dan Kalimantan Barat. Hampir 99% kebakaran lahan dan hutan disengaja atau dibakar oleh individu atau kelompok yang tidak bertanggung jawab. Dari Global Forest Watch (18 Maret 2013 – 17 Maret 2014) mengatakan bahwa 100% titik kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Indonesia 81% berada di pulau Sumatera. Dan Provinsi Riau menyumbangkan 58% dari jumlah titik Api Indonesia. Empat kabupaten di Provinsi Riau (Bengkalis, Rokan Hilir, Pelalawan dan Siak) merupakan lokasi terjadinya 52% dari total peringatan titik api di seluruh Indonesia dalam satu tahun terakhir ini. (Sumber : globalforestwatch.org)

Ini akan membantu lembaga Pusat Studi Bencana LPPM Universitas Riau untuk mengkaji lebih dalam berbagai temuan-temuan yang ada untuk di kaji dan direkomendasikan kepada aparatur terkait. Karena Pusat Studi Bencana merupakan lembaga di bawah LPPM Universitas Riau yang melakukan kajian-kajian keilmuan terkait dengan berbagai hal kebencanaan. Termasuk pemulihan dan pencegahan bencana. Bersesuaian dengan program yang di buat oleh Indonesia Coruption Watch dengan program Corruption Investigasi Fellowship Program. Disini sangat membantu keberlanjutan pengumpulan data bagi lembaga Pusat Studi Bencana LPPM Universiats Riau untuk dikaji dan dipelajari yang kedepan Riau bias bebas dari kasus korupsi dan bebas dari bencana kabut asap.

Rabu, 15 Juni 2016

"Berpisah bukan berarti memutus silaturahmi"


Sejangat, Bukit Batu; Setiap pertemuan pasti akan menuai sebuah kenangan akibat perpisahan. Kesedihan menjadi momok yang menakutkan akibat perpisahan. Aku memang tak pandai berkata apalagi berpuitis. Namun perpisahan itu sungguh menyayat luka dihati. 
Pengabdian yang kami lakukan masing sangat minim kebermanfaatan. Waktu 2,5 bulan yang dilalui sungguh sangat singkat. Perjuangan kali ini seperti tak seimbang dengan yang di dapat. Jangankan merestorasi,mengubah pola pikir masyarakat saja kami tak berdaya. Apalagi membuat sebuah pemulihan lingkungan berbasis masyarakat.

Aku memang masih tak berguna, apa yang dilakukan masih sangat sedikit dan tak berdampak pada masyarakat. Memang kuat tekat ikut RDDSIBU'1 ini. Namun hawa nafsu masih mendominasi pikiran. Aku masih kalah dengannya. Kuat dan menguatkan adalah kuncinya. Tapi aku tetap saja kalah. Kebodohan menghantui dan mengerogoti isi kepala. Menghapus kepintaran.
Jalan kaki berbelas kilometer sanggup dilalui demi sebuah pengabdian. Tetesan keringat belum bisa memberikan perubahan. Aku merasa rugi, tak berdaya dan tak berguna. Ketidaknyamanan di desa pengabdian bak ibarat sunyi dan menyepi. Air yang bermandikan merah menjadi teman setiap hari. Rumah yang selalu bergetar dan hampir roboh menjadi saksi bisu pengabdian. Penderitaan dengan kondisi seperti ini selalu di syukuri dengan tetap tenang. Tak ada sepercikpun niat tuk pulang demi ketidaknyamanan. Aku memang belum berguna, ilmu ku bagai tak bemanfaat, sifatku masih egois. Maaf. 
Berpisah dengan keluarga yang selalu memberikan semangat. Tak hanya menyedihkan tapi menyakitkan dan meninggalkan luka. Memang air mata tak mampu tapi jujur hati teriak dan sakit. Maaf jika kami salah dan melukai dalam bertutur kata selama ini. Dan berharap berpisah kali ini bukan berarti kita memutus tali silaturahmi.

*Aku kan berniat untuk memperbaiki demi sebuah keberlanjutan hidup manusia.
*Ternyata perpisahan itu menyakitkan
*Restorasi bisa
*Relawan Duta Desa Bersih Jerebu'1

Kamis, 14 Januari 2016

16 Tahun Kabupaten Karimun; Maju atau Mundur

16 Tahun Kabupaten Karimun; Maju atau Mundur 
Oleh : Solihin

      Desentralisasi dan Otonomi Daerah secara teoritis sebenarnya bukan sekedar pembagian kekuasaan, kewenangan dan keuangan dari pusat ke daerah, tetapi ia memiliki sejumlah tujuan mulia, yakni: mendekatkan Pelayanan Publik kepada masyarakat, mendorong demokrasi lokal, menghargai keragaman lokal, mendekatkan perencanaan kepada masyarakat lokal serta membangkitkan potensi dan prakarsa masyarakat lokal[1]. Hingga menimbulkan salah satu unsur penting dalam upaya menciptakan pemerintahan yang baik  (Good Government) dan bersih serta bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Clean Goverment).
      Berdasarkan UU No. 53 Tahun 1999, genaplah Kabupaten Karimun berusia 16 tahun pada Oktober 2015 yang lalu. FTZ (free Treach Zone) diwilayah Kepulauan Riau yang mengkhususkan Batam, Bintan dan Karimun. Tidak hanya berdampak pada perekonomian masyarakat namun pada aspek sosial budaya. Perkembangan perekonomian memang menjadi faktor penting dalam kemajuan suatu daerah. Gejolah arus globalisasi yang semangkin menjadi yang dibarengi dengan ditetapkannya Karimun sebagai salah satu daerah FTZ. Ini menyebabkan pergerseran sosial budaya masyarakat yang ada di daerah. Karimun yang dulu kental dengan budayanya, yang dulu kental dengan solidaritas kemanusian yang berciri pada masyarakat melayu. Meyalu islam yang dulu pun ikut terkenal sebagai bumi berazam. Kini itu entah dimana !.
      Aku tak menjumpainya. Tak kenal dengan karimun sebagai bumi berazam. Perhelatan akbar MTQ tingkat provinsi Kepulauan Riau yang diselenggarakan di Karimun tak berdampak pada sosial agama masyarakat. Masjid, tugu keislaman dibangun hanya untuk kemeriahan perhelatan tersebut. Selepas acara tersebut, masjid-masjid hanya dipenuhi dengan para bapak-bapak dan ibu-ibu yang kebanyakan lanjut usia. Sementara remaja, pemuda, entah dimana bermuara ketika panggilan agama terdengar di telinga. Tugu keislaman yang dibuat tidak menunjukan sebagai daerah yang kental dengan agama. Tapi disana tempatnya para remaja dan pemuda bermuara menunjukkan keahliaanya dalam merajut cinta sesaat. Memamerkan gejolak asmara pemuda dan pemudi saat ini yang itu sungguh sangat bertentangan dengan nilai-nilai yang ada didalam agama manapun. Mengikuti budaya dan adat kebaratan yang tidak sesuai dengan sosial dan budaya masyarakat.
        Saya dengan tekat yang kuat, ketikan event-event yang ada di Karimun tidak di koordinir dengan serius bukan menunjukkan pada kemajuan daerah dan bangsa ini. tetapi sebaliknya penghancuran pada generasi muda Karimun, agen penerus kemajuan daerah ini. Contoh nyata yang akan dilakukan ialah perayaan kaum homo dan lesbian yang akan diadakan di Karimun. Sungguh mencoreng nama karimun sebagai Bumi Berazam. Sudah cukup kita berumbar prestasi yang hanya didapat oleh beberapa anak muda dari Karimun tapi lebih banyak pemuda Karimun yang masuk pada era pergaulan bebas. 
     Solusi tepat ialah membuat suatu komisi yang dapat menjaring berbagai kegiatan yang layak diselenggarakan ataupun tidak di karimun baik itu dari pemerintah maupun pihak swasta. Pendidikan anak-anak jalanan dan terlantar agar terberdayakan, pendidikan formal yang dilakukan tidak mencukupi namun ada pendidikan kecintaan terhadap daerahnya untuk dijaga dan dirawat agar tidak terkontaminasi dengan sosial budaya barat dan arus globalisasi. Memperbanyak kegiatan keagamaan di tempat-tempat ibadah serta mengurangi kegiatan yang bernuasa pada kesenangan belaka yang tak bermanfaat.




[1] Sutoro Eko. 2004. “Memperkuat Prakarsa Masyarakat Melalui Perencanaan Daerah”. Kata pengantar dalam buku Alexander Abe, 2004. Perencanaan Daerah Partisipatif. Yogyakarta: Pembaruan, hlm. xxix; Astawa, I Gde Pantja. 2004. “Dinamika Otonomi dalam Kerangka Negara Hukum” dalam Jurnal Hukum Jentera, Edisi 3/Nomor II November 2004, Jakarta: PSHK

Selasa, 12 Januari 2016

Forum Insan Cendikia Kundur







BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Sejak awal berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, kebhinnekaan merupakan kekayaan Negara Indonesia yang harus diakui, diterima, dan dihormati. Kemajemukan sebagai anugerah juga harus dipertahankan, dipelihara, dan dikembangkan yang kemudian diwujudkan dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Keberagaman tersebut telah diakomodasi dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945[1].
Mayarakat adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup atau terbuka dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut.[2] Kehidupan masyarakat di Kepulauan Riau yang berciri khaskan terhadap melayu islam. Sejarah kemajuan ketamadunan islam tidak dapat terpisahkan dari tanah melayu yang ada pada saat itu. Termasuk kerajaan-kerajaan yang ada tak terlepas dari kerajaan yang berlatar belakang keislaman. Saat itu ada kerajaan Riau-Lingga, Kerajaan Siak Sri Indrapura dan kerajaan kecil lainnya. Kerajaan tersebut mengambarkan penerapan nilai-nilai keislaman dalam kehidupan sehari-hari bagi para masyarakatnya. Ini dibuktikan dengan peninggalan kerajaan seperti masjid, makam tokoh yang berpengaruh di daerah tersebut dan lain sebagainya.
Termasuklah di dalamnya masyarakat Kabupaten Karimun. Mayoritas Islam dengan persentase 83% Islam, 11% Budha, 0% Hindu, 4% Kristen Protestan, 1% Kristen Katolik dan 1% Konghucu[3]. Termasuk didalamnya pulau Kundur. Dengan masjid besar Nurussalam, masjid tertua yang ada dipulau Kundur. Masyarakatnya saling menghormati antar sesama, saling tegur sapa, sopan dan santun. Kehidupan masyarakat Kundur yang demikian itu membuat ia terkenal dengan keramah tamahan terhadap para pendatang di pulau ini. Pemuda dan remajanya rajin berdatangan ke tempat-tempat ibadah seperti masjid dan surau. Tingkat kenakalan remaja bisa dikatakan tidak ada atau sangat minim. Aktivitas masyarakat dilakukan pada siang hari, malam hari digunakan untuk pengajian bagi pemuda dan remajanya. Dengan tingkat toleransi yang tinggi. Saling menghormati dalam kehidupan keberagaman (Pluralisme).
Keberagaman, keindahan kehidupan beragama ini dikuatkan dengan sebuah hadist dari Bukhari. Telah menceritakan kepada kami Sa’id bin ‘Ufair telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahab dari Yunus dari Ibnu Syihab berkata, Humaid bin Abdurahman berkata; aku mendengar Mu’awiyah memberi kutbah untuk kami, dia berkata; Aku mendengar Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda; “Barang siapa yang Allah kehendaki menjadi baik maka Allah faqihkan dia terhadap agama..... (HR. Bukhari. Nomor hadist 69).[4]
Hadist ini menunjukkan pentingnya pemahaman dalam agama, karena dia alamat kebaikan yang Allah kehendaki dalam diri seseorang. Dan kebalikannya, seseorang yang tidak Allah kehendaki kebaikan pada dirinya, niscaya dia tidak akan dipahamkan dalam agama, tidak akan ada keinginan untuk belajar agama; dia sama sekali tidak menoleh kepada ilmu agama.
Abad XXI modern merupakan dunia globalisasi yang memiliki perkembangan begitu cepat karena pengaruh tuntutan dari setiap perubahan zaman. Perkembangan yang begitu pesat, salah satunya perkembangan teknologi memiliki dampak yang positif dan negatif bagi setiap individu. Dampak positif bisa berupa dunia yang semakin jauh bisa menjadi dekat dikarenakan pengaruh teknologi. Teknologi juga bisa berdampak negatif apabila fungsi dari teknologi itu disalahgunakan.
Kesenjangan sosial yang terjadi pada masyarakat sekarang merupakan kurangnya pengawasan terhadap pengaruh  perkembangan teknologi, sehingga masyarakat yang ada di Pulau Kundur seakan-akan menghilang pada saat ini. Pengaruh pergaulan barat masuk dengan mudah kepada remaja-remaja dan pemuda-pemuda kita.  Gaya pacaran yang dulunya tabu sekarang dianggap biasa. Keceriaan untuk berdatangan ke masjid ataupun Surau untuk mengaji bagi para remaja dan pemuda kini seolah-olah hilang. Membicara perkara agama bagi para pemuda dan remaja bagaikan membicarakan hal yang menakutkan.
Banyak kasus seperti pemuda mabuk-mabukan, memakai Narkoba, pergaulan bebas, kasus kenakalan remaja, tawuran antar sekolah maupun antar kampung. Kasus lainnya ialah pernikahan muda terbesar di Kabupaten Karimun terdapat di Pulau Kundur. Ini menunjukkan bahwa proses pembelajaran, penerepan konsep dan pengamalan dari ranah keilmuan yang kurang diaplikasikan dalam kehidupan oleh para pemudanya. Mereka sibuk dengan keasikan dunia. Kesenangan yang bertentangan dengan agama, adat dan kebudayaan melayu islam yang telah terbentuk sejak ratusan tahun.
Dengan ini beberapa pemuda/i yang masih peduli dengan krisis keilmuan, keagamaan pada pemuda, dan permasalahan krisis pemuda lainnya. Mempunyai inisiatif membentuk suatu Forum yang bergerak pada bidang keilmuan dan agama. Bertujuan membentuk pemuda yang cinta dengan ilmu dan pengamalannya. Sesuai dengan hadis berikut, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al-‘ala’ berkata, telah menceritakan kepada kami Hammad bin Usamah dari Buraid bin Abdullah dari Abu Burdah dari Abu Musa dari Nabi SAW, beliau bersabda : “Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang Allah mengutusku dengan membawanya adalah seperti hujan yang lebat yang turun mengenai tanah. Diantara tanah itu ada jenis yang dapat menyerap air sehingga dapat menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan rerumputan yang banyak. Dan diantaranya ada tanah yang keras lalu menahan air (tergenang) sehingga dapat diminum oleh manusia, memberi minum hewan ternak dan untuk menyiram tanaman. Dan yang lain ada permukaan tanah yang berbentuk lembah yang tidak dapat menahan air dan juga tidak dapat menumbuhkan tanaman. Perumpamaan itu adalah seperti orang yang paham agama Allah dan dapat memanfaatkan apa yang aku diutus dengannya, dia mempelajarinya dan mengajarkannya, dan juga perumpamaan orang yang tidak dapat mengangkat derajat dan tidak menerima hidayah Allah dengan apa aku yang diutus dengannya.[5]  
Forum ini akan melakukan gerakan pada pemuda dan masyarakat untuk cinta akan ilmu. Mempelajarinya sebagai kebutuhan dan pengamalannya sebagai wujud aplikasi kepedulian. Dengan membantu upaya pemerintah dalam mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai dengan Alenia keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945[6]. Dilandasi dengan Pasal 31 Bab XIII tentang Pendidikan dan Kebudayaan Undang-Undang Dasar 1945[7] dilanjutkan peraturan perundang-undangan dibawahnya berupa Ketetapan MPR RI nomor VII/MPR/2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan; Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional; Undang-undang nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; Undang-undang nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan; Undang-undang nomor 40 tahun 2009 tentang Kepemudaan; Visi Misi Provinsi Kepulauan Riau; dan Visi Misi Pembangunan Kabupaten Karimun.
Bila suatu daerah ingin maju dan berkembang, maka penduduk yang berkualitas dan berkemampuan tinggi sangat diperlukan guna mendukung pembangunan daerah tersebut.[8] Forum ini berupaya melakukan pembangunan Sumber Daya Manusia yang berkualitas dalam bidang Agama, Intelektual dan Pergerakan untuk mewujudkan generasi yang Rabbani yang mampu berdaya saing. Sebagaimana sesuai dengan visi Forum ini.
Forum ini awalnya diberinama Forum Ukhuwah Remaja Kundur. Melihat permasalahan yang terjadi semakin rumit dan kompleks. Fasilitas pengembangan minat bakat remaja dan pemuda yang tidak memadai, kurangnya pemahaman akan agama, sejarah melayu islam dan kebudayaannya. Pengaruh paham, budaya, gaya hidup liberalisme-sekularisme barat yang semakin menghilangkan jati diri Kepulauan Kundur sebagai Bumi Melayu. Sehingga semua sektor kehidupan selalu ada permasalahan. Hal ini membuat para pendiri Forum ini mengubahnya menjadi Forum Insan Cendikia Kundur. Bergerak dalam bidang agama, intelektual dan pergerakan untuk mewujudkan Kundur yang lebih terarah, cinta akan budayanya (Sejarah Melayu Islam Kepulauan), dan mewujudkan Insan yang Intelektual.
 Bersama dengan hal tersebut, FICK turut serta membantu menyukseskan visi misi Provinsi Kepulauan Riau “Terwujudnya Kepulauan Riau sebagai Bunda tanah Melayu yang Sejahtera, Berakhlak Mulia dan Ramah Lingkungan[9]. Disamping itu membantu tercapainya visi dan misi Pembangunan Kabupaten Karimun “Terwujudnya Kabupaten yang Maju dan Berdaya Saing Berlandaskan Iman dan Taqwa[10]. Dengan memasukkan kedalam visi misi Forum Insan Cendikia Kundur melalui tiga ranah, yaitu agama, Intelektual dan Pergerakan berlandaskan budaya Melayu Islam.
Dengan adanya Forum Insan Cendikia Kundur (FICK), mari bersama mengembangkan minat bakat remaja dan pemuda kearah yang positif berlandaskan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa. Selalu melestarikan Budaya Melayu dari pengaruh paham Liberalisme-Sekularisme. Serta meregenerasikan Forum ini menjadi tempat berkumpul, tukar pikir dan menuntuk ilmu secara non formal bagi remaja dan pemuda.  

B.   Landasan
1.   Alenie keempat Pembukaan UUD 1945;
2.   Pasal 28-28J, Pasal 31 Undang-Undang Dasar 1945;
3.   Ketetapan MRP RI nomor VII/MPR/2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan;
4.   Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;
5.   Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;
6.   Undang-Undang nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan;
7.   Undang-Undang Nomor 40 tahun 2009 tentang Kepemudaan;
8.   Visi Misi Provinsi Kepulauan Riau; dan
9.   Visi Misi Pembangunan Kabupaten Karimun.


BAB II
ISI

A.   Forum Insan Cendikia Kundur
1.   Definisi FICK
Forum Insan Cendikia Kundur atau yang sering disingkat dengan FICK. Merupakan wadah bagi para remaja dan pemuda yang ada di pulau Kundur yang ingin mahir dalam bidang Intelektual Keilmuan dan Pergerakan yang berlandaskan pada kemampuan agama yang tidak terlepas dari nilai-nilai adat budaya Melayu Islam Kepulauan.
Disini bukan tempat berkumpulnya orang-orang baik, tempat para aktivis pergerakan, para ustad – ustazah, para penda’i atau pendakwah, para orang-orang pintar, tapi disini tempat berkumpulnya orang-orang yang ingin memperbaiki diri melalui sarana yang dimiliki oleh FICK.

2.   Maksud Tujuan
Visi
Pembangunan Sumber Daya Manusia yang Berkualitas dalam bidang Agama, Intelektual dan Pergerakan sebagai Generasi yang Rabbani

Misi
a)      Meningkatkan Keimanan dan Ketaqwaan Remaja, Pemuda dan masyarakat muslim Kundur;
b)     Terciptanya generasi-generasi Berkepribadian Rabbani dan Berakhlaqul Karimah;
c)      Menciptakan Remaja, Pemuda dan Masyarakat yang Berdaya Saing Tinggi (saat ini dalam MEA);
d)     Menggali Potensi Keilmuan pada Remaja, Pemuda dan Masyarakat Berdasar Kebudayaan Melayu Islam Kepulauan;
e)      Menciptakan Kundur sebagai Sumber Masyarakat Kebudayaan Melayu; dan
f)       Sebagai Wadah Tukar Saran Pendapat terhadap Problematika Ramaja, Pemuda dan Masyarakat.
B.   Kepengurusan


C.   Program-Program
1.        Malam Peningkatan Iman dan Taqwa;
2.        Ngaji Rutin;
3.        Olahraga Bersama (Riyadhoh);
4.        Berbaur dengan Alam (Rihlah);
5.        Silaturahmi (Kelembagaan dan/atau Tokoh);
6.        Update Sosial Media;
7.        Jalan-jalan cari sekolah;
8.        Minat Bakat Keilmuan;
9.        Forum Diskusi Keilmuan;
10.    Karya Tulis ( Karya Tulis Ilmiah, Naskah Akademik, Sainst Teknologi, Cerpen, Komunitas Menulis dan lain sebagainya); dan
11.    Bakti Sosial Masyarakat.


BAB III
PENUTUP
A.   Kesimpulan
Kepedulian beberapa pemuda/i akan kampung halamannya yang semakin memburuk dan krisis akan keilmuan, keagamaan pada pemuda, dan permasalahan krisis pemuda lainnya. Membuat mereka membentuk Suatu Forum yang dapat menampung mereka menyalurkan Minat Bakatnya berlandaskan Agama, keintelektualan serta pergerakan. Dengan membawa visi Pembangunan Sumber Daya Manusia yang Berkualitas dalam bidang Agama, Intelektual dan Pergerakan sebagai Generasi Rabbani”.
Harapan besar Forum ini akan terus berjalan sesuai kebutuhan masyarakat. Memberikan solusi dari permasalahan dan problematika masyarakat, Pemuda dan pengontrolan pembangunan. Berlandaskan Al-Quran dan Alhadist, Pancasila, UUD 1945, serta peraturan perundang-undangan Nasional lainnya.

Kepulauan Kundur,     Januari 2016
FORUM INSAN CENDIKIA KUNDUR
Hormat Kami,


                     dto                                                    dto

ROBILEO AGUS
KETUA UMUM
SOLIHIN
SEKRETARIS UMUM

Tembusan :
1.   Bupati Karimun;
2.   Kesbangpol Kabupaten Karimun;
3.   Camat Kundur;
4.   Camat Kundur Utara;
5.   Camat Kundur Barat;
6.   Pengurus Masjid / Surau / Mushola se-Pulau Kundur;
7.   Arsip.




[1] Sekjen MPR RI. 4 Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. 2012. Hal. iii.
[2] Wikipedia Bahasa Indonesia (http://id.wikipedia.org/wiki/masyarakat) akses tanggal 10 Januari 2016
[3] Badan Pusat Statistik Kabupaten Karimun. Karimun Dalam Angka. 2015. Hal.  71
[4] Kitab Syahih Bukhari, Nomor Hadist 69
[5] Kitab Syahih Bukhari, Nomor Hadist 77
[6] Sekjen MPR. Undang-Undang Dasar  Tahun 1945. Tahun 2002. Hal. 1
[7] Sekjen MPR. Ibid. Tahun 2002. Hal 15
[8] Badan Pusat Statistik. Ibid. 2015. Hal. 67
[9] Kantor Wilayah Kemenag Provinsi Kepri. Profil Kantor Wilayah Kementrian Agama Provinsi Kepulauan Riau. 2014. Hal. 2
[10] Kecamatan Kundur. Renstra Kecamatan Kundur 2011-2016