3 UUD Konstitusi Republik Indonesia Latar Belakang dan Implementasi
3
Konstitusi RI Latar Belakang dan Implementasi
A. UUD 1945
Negara
Indonesia yang berdiri pada tanggal 17 Agustus 1945 beserta Tatahukum dan Tatanegaranya,
walaupun sebagian peraturan-peraturan dan ketetapan-ketetapan dari Tatahukum
yang sebelumnya masih berlaku terus, tetapi sudah barang tentu segala
sesuatunya masih jauh dari kata sempurna.Bentuk-bentuk ketatanegaraan yang
lazimnya diatur didalam Undang-Undang Dasar, alat-alat perlengkapan negara yang
penting-penting, daerah negara serta warganegaranya, kesemuanya formal masih
belum lagi jelas, walaupun belum kesempurnaannya ini tidaklah mengurangi
hakikat berdirinya suatu negara. [1]
Maka
dengan demikian mari kita lihat proses pembentukan UUD 1945 dari latar belakang
dan impementasinya serta perubahan-perubahan konstitusi yang berlaku di
Indonesia ini. Mari kita lihat diawal persiapan kemerdekaan Republik Indonesia.
Persiapan
penyusunan Undang-Undang Dasar 1945 sudah dimulai sejak zaman penjajahan
Jepang, yaitu di dalam sidang-sidang Badan Penyelidikan. Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (selanjutnya, disebut Badan Penyelidikan dibentuk oleh
Pemerintah Jepang ketika Jepang mendekati kekalahannya melawan Sekutu dalam
Perang Dunia II). Pembentukan Badan Penyelidik juga merupakan realisasi janji
Jepang yang akan memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia di kemudian
hari.
Badan
penyelidikan didirikan secara resmi pada tanggal 29 April 1945 tetapi
pelantikannya baru dilakukan pada tanggal 28 Mei 1945. Adapun yang menjabat
ialah, Dr. K.R.T. Radjiman
Wediodiningrat selaku Ketua, R.P. Suroso (merangkap Kepala Tata Usaha) selaku
Ketua Muda dan 60 orang anggota dibawahnya. Badan Penyelidik ini mengadakan
masa sidang dua kali, yaitu :
1. Masa
sidang pertama pada tanggal 29 Mei – 1 Juni 1945
2. Masa
sidang kedua pada tanggal 10-16 Juli 1945
Dalam sidang pertama dibicarakan dasar negara dan
rancangan Undang-Undang Dasar saja.
Pada
tanggal 16 Agustus 1945 beberapa orang anggota PPKI mengadakan rapat di rumah
Laksamana Muda Jepang Maeda, Jalan Imam Bonjol Nomor 1, Jakarta. Selain anggota
PPKI, hadir pula beberapa orang angkatan muda dan golongan tua. Rapat yang
berakhir pukul 04.00 pagi dengan tersusunnya teks Proklamasi. Teks Proklamasi
tersebut ditandatangani oleh Soekarno dan Moh.Hatta atas nama bangsa Indonesia.
Pada
tanggal 17 Agustus, hari Jumat Legi, pukul 10.00, bertempat di Pegangsaan Timur
56, Jakarta, kemerdekaan Indonesia diproklamirkan. Yang membacakan proklamasi
itu adalah Ir. Soekarno sendiri. Setelah proklamasi itu dibacakan, Sang Merah
Putih dikibarkan dengan diiringi lagu Indonesia Raya.
Pada
tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengadakan sidang dan diputuskanlah hal-hal
berikut :
1. Menetapkan
dan mengesahkan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
2. Menetapkan
dan megesahkan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yang bahan-bahannya hampir
seluruhnya diambil dari rancangan Undang-Undang Dasar.[2]
Sejak
diberlakukannya UUD 1945 tepatnya pada tanggal 18 Agustus 1945, mengindikasikan
dilaksanakannya pemerintahan berdasarkan UUD tersebut. Sistem pemerintahan yang
diterapkan adalah sistem pemerintahan presidensial, yang berarti bahwa
kedudukan presiden tidak hanya sebagai kepala negara, melainkan juga sebagai
kepala pemerintahan. Namun, UUD 1945 belum bisa diterapkan dengan baik karena
saat itu merupakan masa peralihan pascapenjajahan.
Pada tanggal 16 Oktober 1945,
dilaksanakan Kongres Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) di Malang dan Wakil
Presiden Drs. Moh. Hatta mengeluarkan maklumat No. X yang intinya memberikan
wewenang bagi KNIP untuk membuat Undang-Undang dan GBHN. Kemudian melalui
makumat pemerintah tanggal 14 November 1945 dibentuk kabinet parlementer
pertama yang dipimpin Sultan Syahril sebagai perdana menteri, dan
menteri-menteri bertanggung jawab kepada KNIP sebagai pengganti MPR/DPR.
Kemudian, sistem pemerintahan beralih menjadi sistem parlementer. UUD 1945
tidak mengalami perubahan secara tekstual sampai pemerintahan berlangsung
hingga tanggal 27 Desember 1949.[3]
B. Konstitusi RIS 1949
Pada
tanggal 27 Desember 1949 belanda mengakui kedaulatan Negara Republik Indonesia
Serikat dan saat itu mulailah berlaku Konstitusi RIS. Dengan berlakunya
Konstitusi RIS untuk wilayah RIS maka UUD 1945 yang semulanya berlaku untuk
seluruh wilayah Indonesia, menjadi berlaku hanya dalam wilayah RI sebagai
sebuah negara bagian RIS.
Konstitusi
RIS adalah sebuah Konstitusi sementara, karena menurut pasal 186 Konstitusi RIS
bersama-sama dengan pemerintah selekas-lekasnya menetapkan Konstitusi RIS yang
akan menggantikan Konstitusi sementara ini.
Seperti yang telah dikemukakan, permusyawaratan sekitar Konstitusi RIS ini telah dimulai semenjak Konferensi
Antar Indonesia (Wakil-wakil RI dan PPF (BFO), baik di Yogyakarta (19 – 22 Juni
1949) maupun di Jakarta (31 Juli – 2 Agustus 1949) dan dilanjutkan di Belanda
selama berlangsung KMB (Konferensi Meja Bundar). Rancangan Konstitusi RIS ini
digarap oleh wakil dari RI dan daerah-daerah di Kota Scheveningen pada tanggal
29 Oktober 1949. Kemudian rangcangan ini di sahkan oleh badan-badan perwakilan
rakyat dan pemerintah daerah-daerah
bagian masing-masing Indonesia. Pada tanggal 14 Desember 1949 terjadilah
penandatanganan Piagam Konstitusi RIS oleh Pemerintah-pemerintah masing-masing.
sesuai dengan namanya Konstitusi RIS ini adalah sebuah Konstitusi yang
berlandaskan federalismus.[4]
Terbentuklah
negara Republik Indonesia Serikat (RIS). Negara RIS terdiri dari daerah negara
dan satuan kenegaraan yang tegak sendiri.
1. Daerah
negara adalah negara bagian, yaitu negara Republik Indonesia, negara Indonesia
Timur, negara Pasundan, Negara Jawa Timur, negara Madura, negara Sumatera
Selatan, dan negara Sumatera Timur.
2. Satuan
kenegaraan yang tegak sendiri, yaitu Jawa Tengah, Bangka, Belitung, Riau,
Kalimantan Barat, Dayak Besar, Daerah Banjar, Kalimantan Tenggara dan
Kalimantan Timur.
Pada masa
konstitusi RIS ini, sistem pemerintahan yang dianut adalah sistem pemerintahan parlementer
tidak mutlak atau disebut quasi parlementer.
Adapun pokok-pokok
sistem pemerintahan masa konstitusi RIS adalah sebagai berikut.
1. Presiden
dengan kuasa dari perwakilan negara bagian menunjuk tiga pembentuk kabinet
(pasal 74 ayat (1)).
2. Presiden
mangkat salah seorang dari pembentuk kabinet tersebut sebagai perdana menteri
(pasal 74 ayat (3)).
3. Presiden
juga membentuk kabinet atau dewan menteri sesuai anjuran pembentuk kabinet
(pasal 74 ayat (3)).
4. Menteri-menteri
(dewan menteri) dalam bersidang dipimpin oleh perdana menteri (pasal 76 ayat
(1)). Perdana menterijuga melakukan tugas keseharian presiden jika presiden
berhalangan.
5. Presiden
bersama menteri merupakan pemeritah. Presiden merupakan kepala pemerintahan
(pasal 68 ayat (1)).
6. Presiden
juga berkedudukan sebagai kepala negara yang tidak dapat digaggu gugat (pasal
69 ayat (1) dan pasal 118 ayat (1)).
7. Menteri-menteri
bertanggungjawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah baik secara sendiri atau
bersama-sama kepada DPR (pasal 118 ayat (2)).
8. Dewan
Perwakilan Rakyat tidak dapat memaksa kabinet atau menteri meletakkan
jabatannya (pasal 122).[5]
Karena negara RIS bukanlah cita-cita bangsa
Indonesia, maka pemerintahan ini pun berlangsung tidak lama dan muncul tuntutan
untuk kembali ke negara kesatuan. Negara-negara bagian yang tergabung dalam RIS
satu per satu menggabungkan diri ke negara RI. Akibatnya negara federal
RIS hanya tinggal tiga negara bagian,
yaitu negara Republik Indonesia, negara Indonesia Timur, dan negara Sumatera
Timur.
Kemudian, ketiga negara bagian tersebut bermusyawarah
untuk merundingkan kembalinya ke NKRI yang telah diproklamirkan tanggal 17
Agustus 1945. Pada tanggal 15 Agustus 1950, ditetapkan UUDS yang merupakan perubahan dari konstitusi RIS.
Mengenai perubahan konstitusi RIS menjadi UUDS tertuang dalam UU no. 7 Tahun
1950 tentang Perubahan Konstitusi Sementara RI menjadi UUDS RI. UUD ini lebih
dikenal dengan UUDS 1950. Dengan
demikian, Indonesia menjalankan pemerintahan yang baru.[6]
C. UUDS 1950
Indonesia
semenjak Proklamasi Kemerdekaan menghendaki suatu negara kesatuan yang
melindungi dan meliputi segenap bangsa secara keseluruhan. Pembentukan RIS
tetaplah dipandang sebagai hasil politik Belanda semata-mata untuk
memecah-belah persatuan bangsa. Itulah sebabnya segera sesudah pengakuan
kedaulatan, dimana-mana di daerah-daerah bagian timbul pergolakan-pergolakan
dan pernyataan-pernyataan yang spontan dari rakyat untuk kembali ke negara
kesatuan dengan jalan menggabungkan diri kepada RI (Negara Bagian).n dengan UU
Federal. Terdesak oleh pergolakan-pergolakan yang semakin menghebat di
daerah-daerah untuk menggabungkan diri kepada RI maka Pemerintah RIS akhirnya
menetapkan UU Darurat No. 11 tanggal 8 Maret 1950, LN 1950/16 tentang cara
perubahan susunan kenegaraan wilayah RIS. Selain ditentukan melalui plebisit
atau Pemilihan Umum UU Darurat ini memungkinkan pula perubahan itu melalui
prosedur yang sumir (dipersingkat).[7]
Sebelum
Republik Indonesia Serikat dinyatakan bubar, pada saat itu terjadi demo
besar-besaran menuntut pembuatan suatu Negara Kesatuan. Maka melalui perjanjian
antara tiga negara bagian, Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur,
dan Negara Sumatera Timur dihasilkan perjanjian pembentukan Negara Kesatuan
pada tanggal 17 Agustus 1950.[8]
Meskipun
ditetapkan tanggal 15 Agustus 1950, UUDS 1950 ini mulai berlaku tanggal 17
Agustus 1950. Sistem pemerintahan di Indonesia pun mengalami perubahan. Sistem
pemerintahan yang dijalankan adalah sistem parlementer, dengan bentuk negara
kembali ke kesatuan. Kabinet dipimpin oleh perdana menteri yang bertanggungjawab
kepada parlemen. Kemudian muncullah pergantian Perdana Menteri selama 7 kali
dan hal tersebut sangat mempengaruhi perpolitikan di Indonesia.
Pokok-pokok sistem pemerintahan masa
UUDS 1950 adalah sebagai berikut :
1. Presiden
berkedudukan sebagai kepala negara yang dibantu oleh seorang wakil presiden
(pasal 45 ayat (1) dan (2)).
2. Presiden
dan wakil presiden tidak dapat diganggu gugat (pasal 83 ayat (1)).
3. Presiden
menunjuk seseorang atau beberapa orang sebagai pembentuk kabinet. Atas anjuran
pembentuk kabinet, presiden mengangkat seorang perdana menteri dan mangangkat
menteri-menteri yang lain (pasal 51 ayat (1) dan (2)).
4. Perdana
menteri memimpin kabinet (dewan menteri).
5. Menteri-menteri,
baik secara sendiri maupun bersama-sama bertanggungjawab atas kebijakan
pemerintah kepada DPR (pasal 83 ayat (2)).
6. Presiden
berhak membubarkan DPR (pasal 84 ayat (1)).
Di dalam UUDS tidak terdapat larangan untuk mengubah
karakteristik tertentu yang menunjukkan ciri khusus dari pada bangsa Indonesia.
Itu lah sebabnya pada waktu sidang konstituante untuk membuat UUD tetap ada
pihak-pihak yang ingin mengubah atau menganti Pancasila itu. Inilah yang
menyebabkan terjadinya pertentangan-pertentangan antara partai-partai politik dan
rakyat Indonesia satu sama lainya, sehingga konstituante pada akhirnya tidak
melanjutkan sidang kembali karena memperoleh jalan buntu.
Di dalam UUDS hak-hak asasi manusia dimasukkan
secara rinci seperti hak hidup, hak kemerdekaan, berbicara dan sebagainya
dimasukkan secara rinci. Ini juga merupakan sebab setiap orang dapat membuat
partai politik asal ada pendukung –pendukungnya. Jadi jumlah partai tidak
terbatasi. Sehingga rakyat terbagi-bagi kedalam partai-partai politik yang satu
dengan yang lainnya berbeda asa dan tujuannya. UUDS walaupun dasar negaranya
Pancasila tetapi seolah-olah dan kenyataannya tidak mengikat terhadap dasar dan
tujuan partai politik mengingat partai-partai politik sebagian besar tidak
mendasarkan kepada Pancasilayaitu IPKI (Ikatan Pendukung Kemerdekaan
Indonesia). Pada waktu itu partai-partai politik mendasarkan kepada Islam,
Kristen, Katolik, Nasionalisme, dan Komunisme.
Di sutu menunjukkan bahwa UUDS 1950 tidak mempunyai
kekuatan supremasi dan mengikat terhadap seluruh warga negara. Hal ini
disebabkan pengaruh demokrasi liberal barat terutama Belanda dan Perancis yang
mengikuti sistem banyak partai dan pemilu sistem proporsional yang
mendewa-dewakan terhadap revolusi Perancis dengan semboyan Egalite (Persamaan), Liberte (Kemerdekaan),
dan Faternite (Persaudaraan). Sebagai
akibat dari itu, maka terjadilah kekacauan-kekacauan politik yang disebabkan
kurang terhayatinya makna yang terkandung didalam tiga semboyan tersebut,
seolah-olah kemerdekaan individu itu tidak mengenal batas.[9]
Pada masa ini sering terjadi pergantian kabinet
karena adanya mosi tidak percaya dari DPR. Pada waktu itu terdapat dewan
konstituante yang bertugas membuat UUD baru untuk mengganti UUDS 1950. Hal ini
sesuai dengan bunyi pasal 134 UUDS 1950 yang menyatakan bahwa Dewan
Konstituante bersama-sama dengan pemerintah secepat-cepatnya menetapkan UUD
Republik Indonesia yang akan menggantikan UUDS ini.
Dewan Konstituante mulai bersidang pada tahun 1955.
Namun, dalam waktu dua tahun, Dewan Konstituante belum bisa menghasilkan
undang-undang dasar yang baru. Melalui perdana Menteri Djuanda, pemerintah
mengusulkan untuk kembali ke UUD 1945 sebagai Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia. Namun, dalam menanggapi usul ini, Dewan Konstituante mengalami
perbedaan pendapat. Kelompok pertama menerima kembali UUD 1945 secara utuh
sebagaimana yang ditetapkan tanggal 18 Agustus 1945, sedangkan kelompok kedua
menerima UUD 1945 dengan amandemen, yaitu memasukkan sila kesatuan Pancasila
sebagaimana tercantum dalam Piagam Jakarta 22 Juni 1945. Kemudian, untuk
mengetahui diterima atau tidaknya usul untuk kembali ke UUD 1945 maka
diselenggarakan pemungutan suara yang dilaksanakan secara berturut-turut pada
hari sabtu 30 Mei 1959, Senin 1 Juni 1949, dan Selasa 2 Juni 1959.
Namun, pemungutan suara tersebut tidak berhasil
mendapat dukungan suara yang diperlukan (minimal 2/3 jumlah anggota). Walaupun
sebenarnya jumlah suara yang masuk lebih banyak menyetujui untuk kembali pada
UUD 1945. Dewan Konstituante pun dianggap tidak mampu menjalankan tugasnya.
Untuk menghindari krisis pemerintahan, akhirnya pada
tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan keputusan presiden yang
dikenal dengan Dekret Presiden 5 Juli 1959. Isi Dekret Presiden tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Menetapkan
Pembubaran Dewan Konstituante.
2. Memberlakukan
kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya UUDS 1950.
3. Membentuk
MPRS dan DPAS dalam waktu singkat.
Dengan demikian maka berlakulah kembali sistem
pemerintahan menurut UUD 1945.[10]
D. UUD 1945 Amandemen
Pada
tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto menyatakan berhenti dari jabatan presiden
setelah terjadi gelombang unjuk rasa besar-besaran, yang motori oleh mahasisw,
pemuda, dan berbagai komponen bangsa lainnya, baik di ibukota Jakarta maupun di
daerah-daerah. Berhentinya Presiden Soeharto di tengah krisis ekonomi dan
moneteryang sangat memberatkan kehidupan masyarakat Indonesia menjadi awal
dimulainya era reformasi di tanah air.[11]
Jabatan presiden pun diserahkan kepada Wakil
Presiden B.J. Habibie, kemudian dibentuklah kabinet baru yang dinamakan Kabinet
Reformasi Pembangunan. Pada masa pemerintahan ini, tuntutan rakyat semakin
genjar dilakukan. Berbagai macam tuntutan tersebut antara lain sebagai
berikut.:
1. Amandemen
UUD 1945.
2. Penghapusan
doktrin dwifungsi ABRI.
3. Penegakan
supremasi hukum, penghormatan HAM, serta pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme.
4. Desentralisasi
dan hubungan yang adil antara pusat dan daerah.
5. Mewujudkan
kebebasan pers.
6. Mewujudkan
kehidupan demokrasi.
Untuk memenuhi tuntutan rakyat dilaksanakan Sidang
Istimewa MPR pada tanggal 10 – 13 November 1998. Dan seperti yang diamanahkan
dalam sidang tersebut, dihasilkan produk-produk hukum sebagai berikut.
1. UU
No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik.
2. UU
No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu.
3. UU
No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD.
4. UU
No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
5. UU
No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah.
6. UU
No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dari Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme.
Selain itu, diselenggarakanlah pemilu pada tanggal 7
Juni 1999 yang diikuti oleh 48 partai politik. Kemudian, pada tanggal 1 – 4 Oktober
dan 14 – 21 Oktober 1999, diselenggarakan Sidang Umum MPR, yang menghasilkan
pemerintah baru yaitu Abdurrahman Wahud sebagai Presiden, dan Megawati
Soekarnoputeri sebagai Wakil Presiden.
Pada masa pemerintahan ini, kabinet yang terbentuk
diberi nama Kabinet Persatuan Indonesia. Selama menjalankan roda pemerintahan,
pemerintah pun sering mendapat kritik dari masyarakat, bahkan dari para elite
politik sekalipun, berkaitan dengan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan.
Akhirnya pada tanggal 23 Juli 2001, MPR mengadakan Sidang Istimewa. Hasil dari
Sidang Istimewa tersebut, mandat Presiden Abdurrahman Wahid dicabut dan melalui
Tap MPR No. III/MPR/2001, Wakil Presiden Megawati Soekarnoputeri diangkat
menjadi Presiden RI kelima. Pemilihan untuk wakil presiden pun dilakukan, dan
terpilihlah Hamzah Haz.
Kabinet bentukan Presiden Megawati Soekarnoputeri
dinamakan Kabinet Gotong Royong. Tidak ubahnya dengan pemerintahan-pemerintahan
sebelumnya, pada masa pemerintahan ini pun tetap mendapat kritikan dari berbagai
kalangan. Namun, pada tahun 2004 emerintah berhasil menyelenggarakan pemilu
demokrasi yang memilih secara langsung presiden dan wakil presiden.
Dalam pemilu tersebut, terpilih secara langsung
presiden dan wakil presiden secara berpasangan, dan terpilihlah Susilo Bambang
Yudhoyono sebagai presiden dan M. Jusuf Kalla sebagai wakil presiden.
Pelantikan dilakukan pada tanggal 20 Oktober 2004. Dan sejak saat itulah,
rakyat menaruh harapan yang sangat besar kepada pemerintah agar penyelenggaraan
pemerintah dapat berjalan secara terbuka, demokrasi, yang dapat mendengarkan
dan melaksanakan aspirasi/kehendak seluruh rakyat.
Berdasarkan UUD 1945, sistem pemerintahan Republik
Indonesia tidak menganut sistem pemisahan kekuasaan (separation of power) murni seperti ajaran Montesquieu, melainkan
menganit pembagian kekuasaan (distribution
of power). (dalam Noviana,dkk.hal.58).
Berikut ciri-ciri pokok sistem pemerintahan Republik
Indonesia.
1. Bentuk
negara adalah kesatuan dengan prinsip otonomi yang luas.
2. Wilayah
negara terdiri dari 33 provinsi.
3. Bentuk
pemerintahan republik dengan sistem pemerintahan presidensial.
4. Pemegang
kekuasaan eksekutif adalah presiden yang menjadi kepala negara sekaligus kepala
pemerintahan. Awalnya presiden dan wakil presiden dipilih dan diangkat oleh MPR
dengan masa jabatan lima tahun. Namun, mulai pemilu tahun 2004, presiden dan
wakil presiden dipilih dalam satu paket secara langsung oleh rakyat, untuk masa
jabatan yang sama.
5. Kabinet/menteri
diangkat dan diberhentikan oleh presiden, serta bertanggungjawab kepada
presiden.
6. Parlemen
terdiri dari dua badan (bikameral), yaitu DPR dan DPD. Anggota DPR dan DPD
adalah anggota MPR. DPR terdiri dari para wakil rakyat yang dipilih melalui
pemilu. Anggota DPD merupakan wakil tiap provinsi. Selain itu, terdapat pula
DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota yang juga dipilih melalui pemilu. DPR
mempunyai kekuasaan legislatif dan juga mengawasi jalannya pemerintahan.
7. Kekuasaan
Yudikatif dijalankan oleh MA dan badan peradilah dibawahnya, yaitu Pengadilan
Tinggi dan Pengadilan Negeri serta sebuah Mahkamah Konstitusi dan Komisi
Yudisial.
Dari ciri-ciri diatas dapat kita pahami bahwa
setelah reformasi ada perubahan pada sistem pemerintahan Indonesia. Perubahan
ini tentu berdampak positif bagi rakyat, terutama dengan adanya amandemen UUD
1945. Amandemen dilakukan untuk menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang makin
kompleks dan juga perpolitikan yang makin berlembang.
Bisa dikatakan bahwa amandemen UUD 1945 telah
menunjukan keberhasilan rakyat dalam menuntut reformasi. Meskipun sistem
pemerintahan presidensial pasca amandemen, namun peran dan hubungan presiden dan
DPR berubah. Peran lembaga-lembaga negara menjadi lebih proporsional dan
kontrol terhadap kinerja pemerintah pun semangkin ketat.
Sumber
:
Erlinda,Sri,S.Ip,M.Si. Sistem Politik Indonesia. Cendikia
Insani. Pekanbaru. 2010.
Kansil,C.S.T.,Drs.,S.H. Latihan Ujian Hukum Tata Negara. Sinar Grafika. Jakarta. 1994
Joniarto,S.H. Sejarah
Ketatanegaraan Republik Indonesia. Bumi Aksara. Jakarta. 1996
Rahmawati,Noviana. S.Pd, dkk. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA/MA XII. Viva Pakarindo.
Klaten, Jawa Tengah.
Sekjen MPR RI. Panduan
Pemasyarakatan UUD 1945 dan Ketetapan MPR RI. Jakarta. 2012
_________.Tiga UUD RI. Sinar Grafika. Jakarta.
2000.
Wikipedia. Sejarah
Indonesia 1950-1959. 2014. Dikutip pada 10 April 2014
[1] Dikutip Joeniarto,S.H, Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia, BumiAksara, 1996, hal.
17
[2] Dikutip Drs.C.T.S. Kansil,S.H, Latihan Ujian Hukum Tata Negara, Sinar
Grafika, 1994, hal. 201
[3] Dikutip Noviana Rahmawati, dkk, Pendidikan Kwn untuk SMA/MA kelas XII,
Viva Pakarindo, hal.54
[4] Dikutip Drs.C.T.S. Kansil,S.H, Ibid, hal. 213
[5] Dikutip
Redaksi Sinar Grafika, Tiga UUD RI,
Sinar Grafika, 2000, hal. 54-70
[6] Dikutip Noviana, dkk, ibid, hal.55
[7] Dikutip
Drs.C.T.S. Kansil,S.H, Ibid, hal.
219-220
[8] Dikutip Wikipedia, Sejarah Indonesia (1950-1959). 10/04/2014
[9] Dikutip Sri Erlinda,S.Ip,M.Si, Sistem Politik Indonesia, Cendikia
Insani,2010, hal. 94-95
[10] Dikutip Noviana, dkk, ibid, hal.56
[11] Dikutip
Sekjen MPR RI, Panduan Pemasyarakatan UUD
1945 dan TAP MPR RI, 2012, hal. 5
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda